Instalasi panel surya, Sumber : Pexels.com |
Matahari yang setiap hari kita nikmati adalah anugerah yang
luar biasa. Tak semua negara memiliki kesempatan mendapatkan hangatnya
sepanjang tahun. Sebagai pusat tata surya, matahari meyimpan sumber energi yang
sangat besar, namun energi matahari tidak bisa diubah menjadi energi lainnya
secara langsung. Untuk mengubah menjadi energi listrik misalnya, dibutuhkan
sebuah panel surya sebagai piranti tambahannya.
Panel surya merupakan teknologi lama yang menjadi tren
belakangan ini. Panel surya sendiri sejatinya sudah muncul sejak tahun 1941
dengan ditemukannya bahan dasar pembuatan panel surya yaitu silicon crystalline.
Mengejar transisi, melampaui tren nuklir yang mulai surut, dunia pun mulai
berbondong-bondong menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai
pembangkit yang ramah lingkungan.
Penggunaan PLTS didorong juga dengan tujuan hidup warga
dunia yang tercantum dalam SDG no 7 dan perjanjian Paris Agreement yang setuju
untuk menguragi global warming. Banyak negara yang bertransisi ke PLTS ini.
Menurut data International Energy Agency (IEA), 10 besar pasar panel surya
dunia pada tahun 2020 dipimpin oleh China dengan angka 48,2 GW, diikuti oleh
Uni Eropa dengan 19,6 GW, kemudian diikuti oleh US dengan 19,2 GW, dan diikuti
oleh Vietnam 11,1 GW. Bagaimana dengan Indonesia? Berapa kapasitas panel surya
yang terpasang di Indonesia?
10 Negara dengan penggunaan PV Terbesar, Sumber :
International Energy Agency (IEA) |
Bisa kita lihat bahwa pasar panel surya di dunia sudah
sampai hitungan GigaWatt. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM), pada tahun 2020 sudah terpasang 153,5 Mega Watt (MW). Artinya,
Indonesia baru bisa memasang panel surya sebanyak satuan MegaWatt, sangat jauh
tertinggal dibandingkan dengan lain,bahkan dibanding negara tetangga Vietnam.
Menurut data IEA Vietnam sudah berhasil memasang 16,4 GW panel surya untuk
memenuhi kebutuhan energi di negaranya. Padahal Indonesia sendiri memiliki
potensi cahaya matahari yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Vietnam.
Jika ditelisik lebih dalam,ternyata salah satu yang membuat
Vietnam memimpin adalah karena negara tersebut menggunakan panel surya tanpa
memproduksinya. Mendatangkan produk-produk impor untuk membangun PLTS.
Sementara Indonesia saat ini berusaha untuk memproduksi panel surya sendiri
dengan diterapkannya peraturan TKDN panel surya sebesar 40%. Apakah kita akan
meniru Vietnam begitu saja? Alih-alih mandiri energi, kita justru akan dijejali
berbagai produk impor di pasaran. Sasaran empuk penetrasi negara-negara
produsen solar panel.
Satu hal lain yang membuat Vietnam unggul adalah letaknya
yang berbatasan langsung dengan China yang membuat suplai panel surya dari
China mudah. China merupakan negara terbesar dalam penggunaan PLTS. Menurut
Raras dari Catur Elang Energi, China berhasil mengimplementasikan 205 GW panel
surya untuk memenuhi kebutuhan listrik warga. Kesuksesan China tidak lepas dari
dukungan pemerintah China dalam rangka menetralisasi karbon pada tahun 2060.
China juga berhasil membangun Ladang PLTS terbesar di dunia yang berada di
Tengger Desert Solar Park yang memiliki kapasitas 1547 MW. China juga
memproduksi modul panel surya sendiri sehingga mempercepat implementasi PLTS.
China bisa menjadi produsen panel surya terbesar di dunia
yang mendominasi pasar modul panel surya secara global. China bisa mendominasi
didukung oleh pemerintah yang bisa memberikan insentif untuk EBT dan dengan
teknologi-teknologi yang bisa mempercepat produksi panel surya. China juga
menguasai bahan-bahan modul panel surya hingga bisa memproduksi modul panel
surya. Proses produksi modul panel surya yang dimulai dari Silicon kemudian
menjadi Ingot, selanjutnya menjadi Wafer, wafer digabungkan menjadi sel surya
(Cell), dan proses terakhir sel-sel surya digabungkan menjadi modul
Photovoltaic. Dengan proses produksi dan teknologi yang sudah lama dimiliki
maka China memang pantas untuk mendominasi pasar dunia dengan harga modul yang
cukup murah dibandingkan produk lokal.
Bagaimana dengan di Indonesia, Beberapa perusahaan energi
yang fokus di bidang panel surya pun sudah mencoba memproduksi panel surya.
Namun, sekali lagi memproduksi panel surya membutuhkan biaya yang besar dan
hasil panel surya yang telah diproduksi juga memiliki harga yang lebih tinggi
dibandingkan dengan panel surya yang impor dari China. Dalam harga memang
sangat jauh berbeda, hal ini dikarenakan China bisa memproduksi secara masif
modul panel surya yang membuat harga produksi yang semakin rendah dan
mengakibatkan harga panel surya akan semakin murah (Siklus ekonomi Closed
Loop). Masalah harga panel yang memiliki perbedaan ini menjadikan tantangan
untuk panel surya buatan Indonesia. Selain gempuran panel surya dari China
Indonesia sendiri mempunyai tantangan yang menghambat perkembangan panel surya.
Selain dari sisi hulu, tantangan terbesar Indonesia dalam
pemanfaatan panel surya adalah kurangnya edukasi pentingnya energi bersih bagi
masyarakat yang mengakibatkan ketidakpedulian masyarakat akan energi bersih
untuk generasi yang akan datang. Masyarakat Indonesia menganggap panel surya
bukan hal yang penting dalam hidup mereka, selama PLN masih bisa menyuplai
listrik maka mereka tidak akan berpindah ke energi surya.
Selain itu teknologi panel surya sendiri dirasa masih sangat
mahal untuk masyarakat Indonesia, bayangkan untuk mendapatkan satu kWh
dibutuhkan biaya sebesar Rp 12-25 juta. Harga sebesar itu belum dapat dijangkau
oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Tantangan selanjutnya adalah kebijakan
pemerintah yang menyatakan bahwa ekspor listrik sisa dari penggunaan hanya
sebesar 65%, yang membuat lamanya waktu untuk kembali modal. Dengan 3 tantangan
besar itu untuk mengembangkan PLTS khususnya pada pasar Indonesia akan sulit
walaupun Indonesia negara yang memiliki banyak potensi.
Dengan tantangan yang ada, Indonesia diharapkan tetap akan melakukan transisi energi menjadi energi baru dan terbarukan. Dimulai dari masing-masing individu yang sadar akan pentingnya transisi energi akan menjadikan Indonesia pasar yang sangat potensial untuk panel surya maupun EBT lain. Apabila Indonesia sudah dianggap sangat potensial maka harga teknologi panel surya perlahan-lahan akan turun sehingga akan terjangkau bagi rata-rata masyarakat Indonesia.
Sumber : https://kumparan.com/luthfian-ramdhan/antara-indonesia-dunia-dan-energi-surya-1wVycGgVsw6/full
No comments:
Post a Comment