ILUSTRASI. Gletser Sermeq yang mencair terlihat terletak
sekitar 80 km selatan Nuuk, Greenland, Sabtu (11/9/2021). REUTERS/Hannibal
Hanschke |
Upaya mencegah dan mengatasi perubahan iklim membutuhkan
keterlibatan semua pihak termasuk generasi muda. Kontribusi generasi muda
seperti mahasiswa untuk memanfaatkan sebesar-besarnya energi terbarukan menjadi
kunci mitigasi perubahan iklim melalui sektor energi.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform
Fabby Tumiwa mengatakan, untuk mencegah kenaikan temperatur global tidak lebih
dari 1,5 C dibutuhkan tindakan yang drastis, yaitu mengubah sistem energi
menuju dekarbonisasi secepat mungkin. "Indonesia sebenarnya memiliki
potensi sumber daya energi terbarukan yang beragam dan dipadu dengan
pemanfaatan teknologi terkini, sehingga dapat melakukan transformasi sistem
energi berbasis pada energi terbarukan yang layak secara teknis dan layak secara
ekonomim," katanya dalam Webinar Nasional dengan tema “Cegah Krisis Iklim
dengan Energi Bersih” pada Rabu (29/9/2021).
Menurut Fabby, peralihan (transisi) dari energi fosil yang
banyak menghasilkan karbon ke energi terbarukan yang lebih bersih sangat penting
untuk upaya mitigasi perubahan iklim. Perubahan iklim dipicu oleh peningkatan
emisi karbon di bumi. "Perserikatan Bangsa-bangsa dalam Paris Agrement
pada 2015 telah menyepakati perlunya pembangunan berkelanjutan dengan salah
satunya mengadopsi kebijakan transisi energi," sebutnya.
Yang terang, kebijakan tersebut meminta negara-negara secara
bertahap untuk mentransformasi energinya dengan mengurangi dan meninggalkan
energi fosil menuju penggunaan energi terbarukan yang nirkarbon dan lebih ramah
lingkungan. Tujuannya, agar kenaikan suhu bumi tidak melewati 20C pada 2030
untuk mencegah dampak perubahan iklim.
Dalam kesempatan yang sama, Chrisnawan Anditya, Direktur
Aneka EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengemukakan,
energi baru terbarukan menjadi salah satu sektor yang akan dikembangkan dalam
rangka transisi energi menuju energi bersih untuk mendukung penurunan emisi gas
rumah kaca dan net zero emission.
Sesuai dengan komitmen Indonesia dalam penurunan emisi serta
arahan Presiden RI melalui COP 21 Tahun 2015 Menurunkan Emisi GRK 29%
(kemampuan sendiri) atau 41% (bantuan internasional) pada 2030 sesuai NDC,
Leader Summit on Climate Tahun 2021 (Membuka investasi terhadap transisi energi
melalui pengembangan biofuel, industri baterai lithium, dan kendaraan listrik),
dan pidato kenegaraan tahun 2021 (Transformasi menuju EBT, serta akselerasi
ekonomi berbasis teknologi hijau, akan menjadi perubahan penting dalam
perekonomian kita. "Presiden dalam beberapa kesempatan telah memberikan
arahan bahwa transformasi energi menuju energi baru dan terbarukan harus
dimulai," ujarnya.
Green economy, green technology, dan green product harus
diperkuat agar kita bisa bersaing di pasar global dan pemerintah telah
merencanakan untuk membuat green industrial park yang rencananya akan disiapkan
di Kalimantan Utara dengan memanfaatkan hydropower. Pembangkit listrik tersebut
akan menghasilkan energi hijau, baru terbarukan, yang akan disalurkan kepada
kawasan industri hijau sehingga muncul produk-produk hijau dari sana.
Saat ini sudah disusun Roadmap EBT menuju Net Zero Emission
dari tahun 2021-2060, dimana pada tahun 2060 harapannya semua pembangkit
berasal dari pembangkit EBT 100%. Selain roadmap NZE juga telah dibuat rencana
retirement PLTU batubara yang diganti dengan pembangkit EBT. "Pengembangan
EBT akan sangat tergantung pada sinergitas semua pihak, yaitu pemerintah,
lembaga penelitian, universitas, dan pelaku industri. Tentunya peran dari
generasi muda sangat membantu dalam pengembangan EBT kedepannya.” ujar
Chrisnawan.
Ketua Yayasan Perspektif Baru Hayat Mansur mengatakan, perlu
keterlibatan kita semua untuk mengendalikan perubahan iklim ini, dan generasi
muda bisa jadi bagian dari kampanye pengendalian perubahan iklim. “Salah satu
faktor penggerak yang paling efektif dalam mengatasi dampak perubahan iklim
adalah generasi muda karena dampak tersebut akan berlangsung dalam kurun waktu
yang cukup lama sampai ketika mereka menjadi pemimpin di masa depan,” kata dia.
Hayat bilang, generasi muda merupakan pemimpin masa depan
yang juga berfungsi sebagai agen perubahan. Pemahaman mereka akan masalah
perubahan iklim sangat krusial bagi masa depan Indonesia. "Dengan
meningkatkan kesadaran di kalangan mahasiswa mengenai upaya mitigasi perubahan
iklim melalui sektor energi terbarukan dapat menciptakan perubahan besar di
masyarakat. Apalagi Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang sangat
melimpah," terangnya.
Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan
Iklim (DPPPI)-KLHK Sarwono Kusumaatmadja, hadirnya energi bersih adalah
keharusan dalam membentuk peradaban baru. Proses peralihan energi bukanlah
proses yang linear dan melibatkan berbagai variabel yang interaksinya masih di
luar jangkauan nalar kita dewasa ini. "Secara alamiah, inilah ranah pemikiran
dan karya generasi muda." terang dia.
Memang, saat ini pemerintah sedang mengembangkan beberapa
pembangkit EBT, seperti PLTS Terapung Cirata, dan PLTA Batang Toru di Tapanuli
Selatan yang berkapasitas 510 MW dan berkontribusi pada pengurangan emisi
karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta
pohon menyerap karbon. Adapun potensi energi terbarukan di Indonesia total
mencapai 417,8 Gigawatt (GW) dari arus laut, panas bumi, bioenergi, bayu,
surya, dan air. Namun sayangnya, saat ini kita baru memanfaatkan energi
terbarukan sekitar 10,4 GW (2,5%).
Krisis iklim merupakan salah satu tantangan paling besar
yang dihadapi umat manusia saat ini dan juga di masa depan. Dampak krisis iklim
pun semakin dirasakan saat ini. Menurut Bidang Klimatologi Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dalam ikhtisar kondisi iklim tahun 2020
(state of climate in 2020) yang dikeluarkan oleh beberapa institusi
internasional seperti NOAA, Met Office dan WMO, dinyatakan bahwa suhu global
pada 2020 menempati peringkat kedua teratas sebagai tahun terpanas sejak zaman
pra industri.
Sementara itu, Dosen FISIP Universitas Pattimura Pieter
Jacob Pelupessy menilai, dari aspek sosial pengendalian iklim dapat dilakukan
dengan membekali generasi muda melalui pendidikan untuk menguatkan pengetahuan
dan perilaku serta cara bertindak. "Penguatan pada kelembagaan sosial,
memanfaatkan potensi kearifan lokal pada sumber daya daya social, dapat
memberikan solusi kelestarian lingkungan untuk keselamatan manusia. Pembentukan
agen pembaharuan sosialisasi ancaman perubahan iklim merupakan energi sosial
yang dapat menyumbang pada pembangunan berkelanjutan," ucap Pieter.
Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/butuh-keterlibatan-semua-pihak-atasi-perubahan-iklim
No comments:
Post a Comment