Menurut analisis terbaru dari grup riset Climate Action
Tracker (CAT), Indonesia termasuk salah satu negara yang dinilai gagal
mengatasi krisis iklim.
Indonesia masuk ke dalam kategori negara dengan target dan tindakan
yang “sangat tidak mencukupi” untuk melaksanakan Perjanjian Paris pada 2015
guna menekan emisi dan peningkatan suhu Bumi. Dalam laporan tersebut, CAT
menganalisis nationally determined contributions (NDC) dari 37 negara.
Hampir semua negara gagal memenuhi komitmen mereka untuk
menekan krisis iklim, kecuali Gambia. Negara di Afrika itu dinilai memiliki
tindakan yang konsisten guna membatasi peningkatan suhu 1,5 derjat Celsius
seperti yang ditandatangani dalam Perjanjian Paris.
“Yang menjadi perhatian khusus adalah Australia, Brasil,
Indonesia, Meksiko, Selandia Baru, Rusia, Singapura, Swiss, dan Vietnam: mereka
gagal mengangkat ambisi sama sekali, mengajukan target 2030 yang sama atau
bahkan kurang ambisius daripada yang mereka ajukan pada 2015,” kata Bill Hare,
CEO Climate Analytics, mitra CAT dalam membuat analisis ini.
Indonesia memiliki capaian yang buruk di semua faktor yang
dinilai oleh CAT. CAT mengkritisi kebijakan pemerintah perihal pendanaan energi
terbarukan. Mereka mencatat bahwa pemerintah Indonesia telah mengalokasikan
sekitar Rp 720 triliun untuk mendanai pemulihan nasional dari COVID-19.
Selain itu, batu bara tetap menjadi isu bagi Indonesia untuk
mengeliminasi pencemaran lingkungan. CAT mencatat bahwa Indonesia berencana
untuk memasang sekitar 27 GW listrik berbahan bakar batu bara pada tahun 2028.
Nilai buruk Indonesia dan puluhan negara lain dalam
menanggapi krisis iklim muncul sebulan setelah para peneliti Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan
laporan “kode merah bagi kemanusiaan.”
Dalam laporan tersebut, tim peneliti IPCC menemukan bahwa
pemanasan global telah meningkat begitu cepat. Suhu permukaan global telah
meningkat 1,1 derajat Celcius lebih tinggi dalam dekade antara 2011-2020 jika
dibandingkan antara 1850-1900 saat masa pra-industri.
Dengan fakta tersebut, para peneliti khawatir bahwa pada
2030, suhu permukaan bumi akan lebih tinggi dari 1,5 derajat Celcius
dibandingkan masa pra-industri. Ini adalah ambang kritis yang disepakati oleh
para pemimpin dunia pada perjanjian iklim Paris tahun 2015.
No comments:
Post a Comment