Presiden Joko Widodo dalam pertemuan KTT Climate Change
virtual dengan pemimpin dunia, April 2021. SETPRES |
Musim panas 2021 ditandai dengan fenomena cuaca yang
menggelisahkan. Banjir besar dan tanah longsor melanda berbagai negara di
belahan bumi utara. Negara-negara yang selama ini dikenal bisa mengelola
lingkungan dan tata ruangnya dengan cermat seperti Kanada, Jepang, Korea
Selatan, Jerman, Belgia, Belanda, Prancis, dan Kanada, diterjang banjir. Bahkan
Norwegia pun ikut dihantam tanah longsor.
Belum lagi serangan gelombang udara panas dan kebakaran
hutan dan lahan (karhutla). Di Kanada lebih dari 500 ribu ha hutan terbakar. Di
Rusia 1,5 juta ha dan di Amerika Serikat (AS) 3,5 juta ha ludes dimakan api
pada 2021. AS pun kini dikenal sebagai negara rawan banjir, karhutla, dan badai
siklon tropis (hurricane).
Cuaca bukan lagi fenomena negara per negara, melainkan hanya
dampak dari iklim global yang kini terdisrupsi oleh perubahan iklim (climate
change). Emisi karbon serta gas rumah kaca lainnya perlu direm agar climate
change tidak makin menjadi-jadi. Itulah sebabnya, Presiden AS Joe Biden
pun menghelat event Major of Economies Forum (MEF) on Energy and Climate 2021,
Jumat malam (17/9/2021). Fokusnya ialah isu ekonomi, yang pengaruhnya sangat
dominan dalam neraca karbon.
Forum pembicaraan reguler yang diniatkan “langsung dan tanpa
basa-basi” itu awalnya digagas oleh Presiden Barack Obama pada 2009. Anggotanya
ialah 17 negara yang dianggap punya potensi besar dalam pengendalian emisi
kabon. Perhelatan MEF di level kepala negara telah beberapa kali digelar, namun
terhenti di era Presiden Donald Trump. Presiden Joe Biden menggulirkanya
kembali.
MEF 2021 ini digelar secara virtual, dihadiri 10 kepala
negara /kepala pemerintahan. Presiden Joko Widodo menjadi satu di antaranya.
Selain 10 kepala negara, forum tersebut juga dihadiri Presiden Komisi
Eropa, Presiden Dewan Eropa, dan Sektraris Jenderal PBB Antonio Gutteres.
‘’Presiden Amerika Joe Biden telah mengundang sejumlah
negara-negara utama untuk hadir pada pertemuan ini. Pada kesempatan malam ini,
Bapak Presiden adalah salah satu dari hanya 10 kepala pemerintahan lainnya yang
hadir dan berbicara pada pertemuan melalui virtual setting,” ujar
Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar seusai mendampingi
Presiden Jokowi pada acara tersebut.
Pertemuan Major Economies Forum bertujuan menggalang kerja
sama negara-negara utama untuk mengayunkan langkah konkret dan ambisius demi
mewujudkan target dari pertemuan tahunan conference of parties (COP)
di Glasgow, November mendatang. Menurut Wamenlu, tujuan spesifik yang akan digulirkan
di Glasgow, Skotlandia, adalah memastikan bahwa perubahan suhu atmosfir bumi
tak melebihi satu setengah derajat celsius.
Dalam konteks itu, yang menjadi satu fokus utama adalah
penyampaian mengenai apa yang disebut nationally determined contribution (NDC),
yaitu komitmen masing-masing negara rangka mengatasi perubahan iklim. Secara
khusus, sesuai dengan fokus dari pertemuan malam ini adalah terkait dengan
transisi ke energi baru dan terbarukan.
Secara spesifik, Presiden Biden juga mengajak para peserta
yang hadir pada pertemuan ini untuk mendukung apa yang disebut dengan global
methane pledge, yaitu kesepakatan atau suatu ikrar bersama untuk juga
mengatasi emisi yang disebabkan oleh gas metan. Para pakar climate change mencatat
bahwa satu gram metana punya efek buruk setara dengan 22 gram karbon dioksida.
“Terkait dengan global methane pledge yang
merupakan usulan Presiden Biden, Presiden Jokowi secara umum mendukung.
Presiden Indonesia menyarankan agar seluruh prosesnya dilakukan secara terbuka
melalui mekanisme transparan dan bersifat partisipatif. Dalam konteks
Indonesia. penurunan gas metan sudah dicakup di dalam NDC dari Indonesia yang
juga sudah di-update dan disampaikan kepada PBB ataupun UNFCCC, badan
dunia yang menangani perubahan iklim,” ujar Mahendra menambahkan.
Aksi Bersama
Saat ini, dunia tengah menghadapi situasi sulit dalam sejumlah
sektor, termasuk sektor energi dan iklim. Situasi sulit tersebut tidak dapat
ditangani oleh satu negara saja, melainkan dibutuhkan aksi bersama dalam skala
global. Demikian pesan yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidatonya
pada pertemuan Major Economies Forum on Energy and Climate 2021. Kredibilitas
ikrar menekan emisi gas metan itu, menurut Presiden Jokowi, akan
ditentukan oleh aksi konkret, dan itu sangat krusial.
Presiden Jokowi pun menyampaikan komitmen Indonesia untuk
berkontribusi dalam menghadapi situasi darurat tersebut. Dari sektor energi,
pemerintah telah mencanangkan transformasi menuju energi baru dan terbarukan,
serta akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau pada Agustus lalu.
‘’Untuk mewujudkan transformasi ini, kami telah menyusun
strategi peralihan pembangkit listrik dari batu bara ke energi baru
terbarukan, mempercepat pembangunan infrastruktur energi baru terbarukan yang
didukung pelaksanaan efisiensi energi, meningkatkan penggunaan biofuels, dan
mengembangkan ekosistem industri kendaraan listrik,” tuturnya.
Selain itu, Presiden mengungkapkan bahwa Indonesia telah
menargetkan netral karbon (net zero) pada 2060 dengan kawasan percontohan
yang terus dikembangkan. “Termasuk pembangunan Green Industrial Park seluas 20
ribu hektare, yang terbesar di dunia, di Kalimantan Utara,” ungkap Presiden.
Terkait transisi energi, Presiden menuturkan bahwa kemitraan
global diperlukan karena transisi energi bagi negara berkembang membutuhkan
pembiayaan dan teknologi yang dapat terjangkau. ‘’Kami membuka peluang kerja
sama dan investasi bagi pengembangan bahan bakar nabati, baterai litium,
kendaraan listrik, teknologi carbon capture and storage,
energi hidrogen, kawasan industri hijau, dan pasar karbon Indonesia,”
imbuhnya.
Presiden Jokowi juga mendukung global methane pledge yang
bertujuan memangkas 30 persen emisi metana global pada 2030. Ia menyebut, ikrar
global methane itu bisa pula menjadi momentum penguatan kemitraan
dalam mendukung kapasitas negara berkembang.
Turut mendampingi Presiden Jokowi dalam acara tersebut yaitu
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan,
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.
Sumber: https://indonesia.go.id/kategori/editorial/3253/indonesia-mendukung-ikrar-memangkas-metan
No comments:
Post a Comment