ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Pertamina. |
Kementerian Perindustrian mencatat importasi sejumlah produk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sejak 2018 hingga 2020 mengalami penurunan. Sejalan dengan tren ini, Kemenperin turut memacu industri panel surya dalam negeri dengan menargetkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) panel surya dapat mencapai 90% di tahun 2025.
Menurut data Kementerian Perindustrian, importasi produk sel
surya sejak 2018-2020 mengalami penurunan yang signifikan. Perinciannya, di
2020 nilai impor sel surya sebesar US$ 3,5 juta atau turun 76% dibanding
2018. Begitu juga dengan produk modul surya mengalami penurunan tren impor
sejak 2018 atau turun 56% di 2020. Nilai impor sel surya di tahun lalu senilai
US$ 14,8 juta.
Herman Supriadi, Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin
Pertanian mengatakan angka-angka impor tersebut hanyalah data-data, tetapi
tidak menjabarkan apakah penurunan ini berdasarkan substitusi impor atau karena
daya konsumsi yang menurun akibat situasi pandemi. Maka dari itu, pihaknya
memaparkan data 2018-2020 karena di periode 2020-2021 situasi perdagangan dan
industri mengalami banyak gangguan.
Sejatinya, pemanfaatan energi surya menjadi satu opsi yang
terus dikembangkan Kementerian Perindustrian. Herman mengatakan,
Kemenperin telah membuat rencana induk pengembangan industri nasional yang di
dalamnya terdapat 10 industri prioritas, salah satunya industri pembangkit
listrik tenaga surya.
Adapun dalam pengembangan industri pembangkit energi sesuai
Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 memuat kebijakan
terkait dengan pemanfaatan energi surya. Pertama, mengembangkan roadmap secara
komprehensi melalaui analisis keekonomian sumber Energi baru terbarukan
(EBT) dan penyusunan jadwal konversi energi secara terencana dalam jangka
panjang.
Kedua, memfasilitasi pendirian pabrik yang mengolah material
komponen pembangkit listrik tenaga surya. Ketiga, memfasilitasi alih teknologi
industri sel surya melalui pendirian ataupun akuisisi. Keempat, memfasilitasi
fasilitas penelitian dan pengembangan komponen sel surya untuk implementasi
industri dan masyarakat.
Kelima, mengembangkan kebijakan listrik perumahan dari solar
cell untuk menambah kapasitas daya listrik nasional. "Dalam rangka
memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri, Kemenperin melalui kebijakan
peningatkan TKDN akan selalu mendorong persyaratan TKDN dalam setiap pengadaan
PLTS," ujarnya.
Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Kementerian
Perindustrian Nomor 4 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Peningkatan TKDN untuk pembangkit listrik tenaga surya. Selain itu, Peraturan
Kementerian Perindustrian No 5 Tahun 2017 yang selalu berdampingan terkait
perubahan peraturan Kemenperin No 54 tahun 2012 tentang pedoman penggunaan
produk dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang di
dalamnya mempersyartkan nilai TKDN minimal khusus untuk PLTS.
Dalam Permen No 5 tahun 2017 disebutkan, untuk PLTS tersebar
berdiri sendiri TKDN gabungan barang dan jasa minimal 45,9%, PLTS terpusat
berdiri sendiri TKDN gabungan barang dan jasa minimal 43,72%, kemudian PLTS
terpusat dan terhubung TKDN gabungan barang dan jasa minimal 40,68%.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri
(BSKJI) Kemenperin, Doddy Rahadi sebelumnya pernah menyampaikan, guna mendukung
pengembangan industri panel surya nasional, Kemenperin telah menyusun peta
jalan dengan didukung berbagai kebijakan strategis. “Di dalam roadmap-nya
sudah mencakup pemetaan untuk mengukur kemampuan industri penunjang
ketenagalistrikan,” tuturnya.
Pada periode tahun 2019 – 2020, ditargetkan nilai TKDN
meningkat menjadi 76% yang didukung dengan adanya ingot factory. Kemudian
periode tahun 2020 – 2022, diharapkan mencapai target TKDN sebesar 85% dengan
adanya solar grade silicon factory. “Tahap terakhir pada periode
tahun 2023 – 2025, pencapaian nilai TKDN minimal sebesar 90% dengan
adanya metallurgical grade silicon factory,” tutur Doddy.
Doddy menambahkan, energi surya di Indonesia saat ini
memiliki potensi sebesar 532,6 GWp per tahun. Namun hingga saat ini kapasitas
produksi nasional yang terpasang sebesar 515 MWp dan total kapasitas PLTS di
Indonesia sebesar 25 MWp.
“Hal ini menunjukkan serapan pasar masih sangat kecil dari
kapasitas produksi nasional, diharapkan serapan tersebut dapat terus meningkat
guna mendukung bauran EBT nasional,” ujarnya.
Menurut Doddy, benchmarking pembangkit EBT menurut International
Renewable Energy Agency pada tahun 2019, Indonesia berada di posisi ke
tiga di antara negara-negara asia tenggara dengan total Kapasitas EBT terpasang
sebesar 9.861 MW.
Doddy menilai, dari data tersebut menunjukkan bahwa
kapasitas terpasang dan investasi pada pembangkit tenaga listrik EBT masih
rendah, namun melalui berbagai kebijakan dan upaya yang telah dilakukan
tantangan tersebut dapat teratasi.
Berdasarkan data dari Asosiasi Pabrikan Modul Surya
Indonesia (APAMSI), saat ini terdapat 10 industri panel surya di Indonesia
dengan total 515 MWp. Salah satu industri panel surya dengan kapasitas produksi
tertinggi adalah yakni PT Len Industri dengan kapasitas 71 MWp.
Herman menambahkan, untuk mencapai target TKDN di industri
panel surya, Kemenperin akan mengembangkan kebijakan pengendalian impor untuk
jangka pendek dan jangka panjang seperti pemberlakuan regulasi terkait di
antaranya seperti perizinan impor, pembatasan pelabuhan, kuota impor bisa
diusulkan, pemberlakuan SNI, serta pemberlakuan larangan dan pembatasan atau
(Lartas) terhadap beberapa produk seperti alat pendukung kelistrikan tersebut.
Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/kemenperin-memacu-tkdn-industri-panel-surya
No comments:
Post a Comment