Pemasangan PLTS di lokasi operasi Pertamina Group (Dok.
Pertamina) |
Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam
melakukan transisi energi guna mencegah krisis iklim.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Penasihat Indonesia Clean
Energy Forum (ICEF) Profesor Kuntoro Mangkusubroto saat membuka perhelatan
tahunan Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2021 pada Senin
(20/9/2021).
Pekerjaan rumah tersebut seperti menyusun rencana energi
nasional yang terintegrasi, memitigasi dampak transisi energi terhadap industri
bahan bakar fosil, menggunakan teknologi rendah karbon dalam industri
transportasi, dan mempertimbangkan prinsip berkeadilan selama masa transisi.
“Bagi negara berkembang seperti Indonesia, penghentian
pengembangan energi bahan bakar fosil sangat penting. Karena jika tidak, akan
terlambat dan terlalu mahal untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi
udara,” kata Kuntoro.
IETD merupakan agenda tahunan yang membahas transisi energi
dan diselenggarakan oleh ICEF dan Institute for Essential Services Reform
(IESR).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif IESR Fabby
Tumiwa menekankan bahwa sebenarnya Indonesia mampu mencapai target Kesepatan
Paris dengan mencapai netral karbon pada 2050.
Hal itu berdasarkan studi berjudul Deep Decarbonization
of Indonesia’s Energy System yang dikeluarkan oleh IESR.
Oleh karenanya, menurut Fabby, dekade ini menjadi penting karena Indonesia
harus segera mendorong bauran energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan
mencapai 45 persen.
“Ini menyiratkan bahwa pengembangan dan investasi energi
terbarukan harus ditingkatkan tujuh hingga delapan kali lipat dari keadaan saat
ini," jelas Fabby.
"Itu termasuk efisiensi energi di sisi permintaan dan
mulai menghentikan pembangkit listrik termal untuk mengakomodasi energi
terbarukan skala besar serta modernisasi jaringan kita,” sambung Fabby.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin
Tasrif memproyeksikan bahwa indonesia akan mencapai netral karbon pada 2060.
Dia menambahkan, berdasarkan skenario yang telah disusun
oleh pemerintah, kebutuhan listrik di pada 2060 akan mencapai 1.885
terawatt-hour
Untuk memenuhi kebutuhan listrik dan mencapai nol emisi,
beberapa kebijakan yang diambil di antaranya menghapus secara bertahap PLTU
batubara, mengembangkan energi baru terbarukan secara masif, pengembangan
interkoneksi super-grid, dan pelaksanaan konservasi energi.
“Semua kebutuhan listrik tersebut akan sepenuhnya dipasok
oleh pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan pada 2060,” tutur Arifin.
No comments:
Post a Comment