Foto: Suasana bongkar muat batu bara di Pelabuhan Tanjung
Priok, Jakarta, beberapa waktu lalu (CNBC Indonesia/ Tri Susilo) |
Harga batu bara kembali
mencatat rekor tertinggi sejak 13 tahun di pekan ini, sebelum akhirnya
terkoreksi akibat aksi ambil untung (profit taking). Tingginya harga batu bara
tersebut tentunya membuat produsen ceria, tetapi ada cerita ngeri yang
mengiringi.
Melansir data Refinitiv, harga batu bara acuan Ice Newcastle
untuk kontrak dua bulan ke depan merosot 2,18% ke US$ 174,85/ton. Sebelumnya di
awal pekan lalu, batu bara menyentuh US$ 180/ton yang merupakan level tertinggi
sejak 2008.
Sepanjang pekan ini, harga batu bara meroket 113% lebih,
setelah tahun lalu menguat 18%.
Di saat harga batu bara sedang naik tinggi-tingginya, isu
perubahan iklim kembali menyeruak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
bahkan menyatakan dampaknya sama besarnya dengan pandemi penyakit virus corona
(Covid-19).
"Climate change adalah global disaster yang magnitude-nya
diperkirakan akan sama seperti pandemi Covid-19," ujarnya dalam
Environmental, Social, and Governance Capital Market Summit, Selasa (27/7/2021).
ESG adalah prinsip investasi yang tidak hanya mengejar
keuntungan semata, melainkan berusaha menciptakan nilai keberlanjutan dari
aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik. Isu ini pertama kali
diangkat dalam laporan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berjudul "Principles
for Responsible Investment (PRI)" yang dirilis pada 2006.
Menurut laporan BNP Paribas berjudul "ESG Global Survey
2019", mayoritas pengelola menyatakan akan meningkatkan alokasi dana ke
investasi berprinsip ESG. Hal itu meningkat dibandingkan dengan temuan survei
pada tahun-tahun sebelumnya, yang menunjukkan kian tingginya kepedulian
investor dengan isu lingkungan.
Sementara itu, pendiri Microsoft Bill Gates menyebut
perubahan iklim sulit untuk diatasi dibanding mengakhiri pandemi. Masalah itu
bisa berdampak lebih buruk dari yang terjadi pada penyebaran virus seperti
kematian dan ekonomi yang lumpuh. Bahkan, menurut dia, bisa memecahkan masalah
perubahan iklim merupakan hal menakjubkan.
Menurut Bill Gates untuk menghentikan perubahan iklim kita
harus menghentikan total emisi karbon. Manusia harus berhenti menggunakan
peralatan yang melepaskan karbon dioksida (CO2) ke udara. Manusia harus beralih
ke energi hijau dan meninggalkan penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak
bumi dan batu bara.
Batu bara dituding sebagai salah satu penyebab pemanasan
global karena meninggalkan jejak karbon yang luar biasa. Perubahan iklim adalah
ancaman yang nyata. Pemanasan global membuat intensitas badai berkekuatan
dahsyat jadi sering terjadi, seperti Badai Ida di AS baru-baru ini.
Perubahan iklim juga membuat permukaan air laut naik dengan
cepat. Ini membuat kota-kota seperti Jakarta terancam tenggelam.
Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden, mulai mengambil
ancang-ancang untuk berhenti menggunakan batu bara. Dalam wawancara bersama
Reuters, Penasihat Perubahan Iklim di Kementerian Keuangan AS John Morton
menegaskan program percepatan penutupan pembangkit listrik bertenaga batu bara
adalah hal yang amat mendesak.
Morton mendukung skema Bank Pembangunan Asia (ADB) yang
ingin segera 'mempensiunkan' pembangkit batu bara. Sebab, target penurunan
emisi karbon seperti amanat Perjanjian Paris tidak akan bisa tercapai selama
pembangkit listrik batu bara masih beroperasi.
"Membiayai upaya penutupan sebuah kegiatan usaha tidak
ada dalam DNA institusi maupun pemerintahan mana pun. Namun ini adalah hal yang
sangat penting," tegas Morton.
No comments:
Post a Comment