Monday, September 13, 2021

Harga Batu Bara Cetak Rekor, Tapi Jangan Senang Dulu Gaes!

Foto: Suasana bongkar muat batu bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, beberapa waktu lalu (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)


Harga batu bara kembali mencatat rekor tertinggi sejak 13 tahun di pekan ini, sebelum akhirnya terkoreksi akibat aksi ambil untung (profit taking). Tingginya harga batu bara tersebut tentunya membuat produsen ceria, tetapi ada cerita ngeri yang mengiringi.

Melansir data Refinitiv, harga batu bara acuan Ice Newcastle untuk kontrak dua bulan ke depan merosot 2,18% ke US$ 174,85/ton. Sebelumnya di awal pekan lalu, batu bara menyentuh US$ 180/ton yang merupakan level tertinggi sejak 2008.

Sepanjang pekan ini, harga batu bara meroket 113% lebih, setelah tahun lalu menguat 18%.


Di saat harga batu bara sedang naik tinggi-tingginya, isu perubahan iklim kembali menyeruak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahkan menyatakan dampaknya sama besarnya dengan pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

"Climate change adalah global disaster yang magnitude-nya diperkirakan akan sama seperti pandemi Covid-19," ujarnya dalam Environmental, Social, and Governance Capital Market Summit, Selasa (27/7/2021).

ESG adalah prinsip investasi yang tidak hanya mengejar keuntungan semata, melainkan berusaha menciptakan nilai keberlanjutan dari aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik. Isu ini pertama kali diangkat dalam laporan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berjudul "Principles for Responsible Investment (PRI)" yang dirilis pada 2006.

Menurut laporan BNP Paribas berjudul "ESG Global Survey 2019", mayoritas pengelola menyatakan akan meningkatkan alokasi dana ke investasi berprinsip ESG. Hal itu meningkat dibandingkan dengan temuan survei pada tahun-tahun sebelumnya, yang menunjukkan kian tingginya kepedulian investor dengan isu lingkungan.

Sementara itu, pendiri Microsoft Bill Gates menyebut perubahan iklim sulit untuk diatasi dibanding mengakhiri pandemi. Masalah itu bisa berdampak lebih buruk dari yang terjadi pada penyebaran virus seperti kematian dan ekonomi yang lumpuh. Bahkan, menurut dia, bisa memecahkan masalah perubahan iklim merupakan hal menakjubkan.

Menurut Bill Gates untuk menghentikan perubahan iklim kita harus menghentikan total emisi karbon. Manusia harus berhenti menggunakan peralatan yang melepaskan karbon dioksida (CO2) ke udara. Manusia harus beralih ke energi hijau dan meninggalkan penggunaan bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara.

Batu bara dituding sebagai salah satu penyebab pemanasan global karena meninggalkan jejak karbon yang luar biasa. Perubahan iklim adalah ancaman yang nyata. Pemanasan global membuat intensitas badai berkekuatan dahsyat jadi sering terjadi, seperti Badai Ida di AS baru-baru ini.

Perubahan iklim juga membuat permukaan air laut naik dengan cepat. Ini membuat kota-kota seperti Jakarta terancam tenggelam.

Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden, mulai mengambil ancang-ancang untuk berhenti menggunakan batu bara. Dalam wawancara bersama Reuters, Penasihat Perubahan Iklim di Kementerian Keuangan AS John Morton menegaskan program percepatan penutupan pembangkit listrik bertenaga batu bara adalah hal yang amat mendesak.

Morton mendukung skema Bank Pembangunan Asia (ADB) yang ingin segera 'mempensiunkan' pembangkit batu bara. Sebab, target penurunan emisi karbon seperti amanat Perjanjian Paris tidak akan bisa tercapai selama pembangkit listrik batu bara masih beroperasi.

"Membiayai upaya penutupan sebuah kegiatan usaha tidak ada dalam DNA institusi maupun pemerintahan mana pun. Namun ini adalah hal yang sangat penting," tegas Morton.

 

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20210912143901-17-275589/harga-batu-bara-cetak-rekor-tapi-jangan-senang-dulu-gaes 

 

No comments:

Post a Comment

SOLUSI DIGITAL CITY: Monitoring SmartCity menggunakan software PRTG

  Monitoring SmartCity menggunakan software PRTG. Software PRTG memonitor perangkat / Device untuk Smart City ini banyak menggunakan device...