Thursday, September 30, 2021

Ketika EBT Jadi Primadona Green Energy

EBT primadona green energy


Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% melalui kerja sama internasional pada tahun 2030. Sektor energi dengan target sebesar 11% merupakan sektor utama yang memegang peran penting dalam pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC), setelah sektor kehutanan, yaitu sebesar 17%.

Tak hanya itu, Indonesia bahkan memiliki komitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang sebelumnya seperti dipandang sebelah mata, kini menjadi pilihan, bahkan andalan untuk mencapai tujuan tersebut.  

Hingga saat ini, konsumsi energi nasional memang masih didominasi oleh energy fosil. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat realisasi bauran energy baru dan terbarukan (EBT) per April mencapai 13,55%. Namun, jumlah ini meningkat 2,04% dalam waktu empat bulan dibandingkan data akhir tahun lalu yang baru 11,51%.

Tercatat kapasitas pembangkit listrik hingga bulan Juni 2021 sebesar 73.341 MW dimana pembangkit berbasis fosil masih berperan penting sebagai penopang produksi listrik, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Pada komposisi tersebut, PLTU mendominisasi sebesar yaitu 47% atau sekitar 34.856 MW, disusul PLTG/GU/MG 20.938 MW (28%), PLTA/M/MH 6.255 MW (9%), PLTD 4.932 MW (7%), PLTP 2.174 MW (3%), PLTU M/G 2.060 MW (3%), dan PLT EBT lainnya 2.215 MW (3%).

Sementara dari sisi produksi listrik, realisasi volume PLTU hingga periode yang sama jauh besar sebesar, yaitu 65,30% atau dari membutuhkan batubara sebesar 32,76 juta ton. Sisanya dipasok dari gas 17% (184.079 BBTU), Air 7,05%, Panas Bumi 5,61%, BBM 3,04%, BBN 0,31%, Biomassa 0,18%, Surya 0,04% dan EBT lainnya 0,14%.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengatakan, penggunaan sumber energi fosil semakin besar seiring meningkatnya kebutuhan membuat cadangan sumber energi fosil kian menipis. Untuk itu, peralihan penggunaan energi fosil menuju Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan sesuatu yang mutlak dilakukan.

“Transisi energi ini mutlak diperlukan untuk menjaga ketersediaan energy di masa mendatang,” kata Arifin, belum lama ini.

Tanpa penemuan cadangan yang baru, sambung Arifin, minyak bumi di Indonesia akan habis dalam Sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis 22 tahun lagi, dan batubara akan habis 65 tahun mendatang. Sebenarnya, saat ini kondisi sumber energi dalam negeri masih tergolong melimpah. Khususnya untuk sektor batu bara dan gas bumi. Hanya saja, adanya perubahan perubahan konsumsi tanpa eksplorasi, membuat Indonesia semakin dekat dengan krisis energi.

Arifin menilai EBT merupakan strategi penting dalam mendorong pemulihan roda ekonomi pasca pandemi serta menuju Indonesia yang berketahanan.

“EBT akan mendorong terciptanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang stabil, berkelanjutan, mengurangi GRK, dan dapat menciptakan banyak lapangan energi,” tambahnya.

Sesungguhnya Indonesia sudah merencanakan penggunaan energy terbarukan dalam rangka meningkatkan ketahanan energinya melalui penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014 mengenai Kebijakan Energi Nasional (KEN).

Jenis bahan bakar untuk pembangkuit listriki di Indonesia


Pemerintah Indonesia juga menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) melalui Peraturan Presiden (Perpres Nomor 22 Tahun 2017, sebagai turunan dari KEN. Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23% dari total penyediaan energi primer (Total Primary Energy Supply, TPES) di tahun 2025 dan sebesar 31% di tahun 2050

Berdasarkan Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN) pada 2025 bauran energi dari EBT adalah sebesar 23%, minyak bumi 25%, gas bumi 22%, dan batu bara 30%. Sedangkan pada 2050, porsi EBT akan sebesar 31%, minyak bumi 20%, gas bumi 24%, dan batu bara 25%.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan sejumlah strategi dalam mencapai Net Zerro Emission (NZE) pada 2060 salah satunya adalah pengembangan EBT secara masif, selain strategi lain yakni phasing out PLTU batubara, serta pelaksanaan konservasi energi. Sebagian besar pemanfaatan EBT berasal dari energi hidro, panas bumi, dan bioenergi.

Adapun pengembangan variable energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin dinilai masih perlu ditingkatkan. Secara potensi, kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, Indonesia memiliki 418 GW dari sumber-sumber EBT, namun pada tahun lalu kapasitas terpasangnya baru mencapai 10,4 GW.

Data dari Kementerian ESDM dan terkonfirmasi dari aneka sumber lainya menyebutkan bahwa Indonesia memiliki aneka ragam jenis EBT yang sebagian sudah dikembangkan dalam berbagai skala, baik komersial maupun non-komersial. Total potensi EBT diperkirakan mencapai 417,8 GW.

Rinciannya berupa energi samudera (19,9 GW), panas bumi (23,9 GW), bioenergi (32,6 GW), angina (60,6 GW), hidro (75 GW), surya (207,8 GW). Namun pemanfaatannya secara komersial masih reatif kecil yaitu sebesar 10,6 GW dari target tahun ini harusnya 11,37 GW.

Untuk itu, pemerintah berencana menambah kapasitas pembangkit listrik sekitar 40.000 Mega Watt (MW) dalam 10 tahun ke depan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif telah menandatangani Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

Sesuai janji, RUPTL ini merupakan RUPTL hijau dengan porsi tambahan pembangkit listrik energi terbarukan lebih besar dari energi fosil. Dari kapasitas 40.000 MW tersebut, sebanyak 52% berbasis energi baru terbarukan (EBT) berbagai jenis.

Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari antisipasi atas meningkatnya demand (permintaan) sesuai hasil prognosis Kementerian ESDM.

“Kita pastikan dari tambahan 40.000 MW selama 10 tahun ke depan, hampir 52 persen berbasis EBT berbagai jenis,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana

Sebuah Keniscayaan

Komposisi pembangkit listrik di Indonesia berdasarkan jenisnya


Pengamat energi Ali Ahmudi Achyak menilai pemanfaatan dan pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) merupakan suatu keniscayaan tak terbantahkan, baik karena tuntutan global maupun kebutuhan penting bagi sebuah Negara dalam jangka panjang. Pengembangan EBT menjadi salah satu langkah strategis dalam mereduksi emisi karbon dan mewujudkan lingkungan yang bersih, sehat dan nyaman, serta upaya mewujudkan ketahanan energy nasional (energy security).

Ketika Pemerintah Indonesia berencana menambah kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT sebesar 40 GW selama 10 tahun ke depan, dengan komposisi hampir 52% berbasis EBT (berbagai jenis), maka rencana itu harus didukung oleh semua pihak agar realisasinya tidak hanya di atas kertas.

Menurut Ali, program “mercusuar” tersebut sangat strategis dan “prestisius” bagi upaya mereduksi emisi karbon, mengurangi ketergantungan terhadap energi fossil dan mewujudkan ketahanan energi nasional  khususnya di sector ketenagalistrikan.

Namun demikian, pengembangannya tetap perlu diupayakan selaras dengan kondisi, kemampuan dan kebutuhan saat ini. Investasi EBT juga perlu tetap dijaga agar menghasilkan manfaat yang maksimal dan layak secara ekonomi.

Pembangunan infrastruktur kelistrikan sebagai bagian dari program terdahulu (35 GW) saat ini masih berlangsung terutama untuk menyelesaikan proyek-proyek yang sudah dalam tahap konstruksi, termasuk PLTU.

Diperkirakan setahun akan hadir pembangkit-pembangkit baru yang siap beroperasi, terutama untuk memasok listrik ke sistem Jawa Bali (SJB) yang berpotensi menyebabkan terjadinya kelebihan pasokan (oversupply). Kondisi kelistrikan di sistem Jawa Bali telah mengalami oversupply akibat pandemi Covid-19 yang telah menurunkan konsumsi listrik, terutama dari sektor Industri.

Tak bisa dipungkiri, dalam jangka pendek, terutama yang bersentuhan langsung dengan sektor hilir listrik (pelanggan), kehadiran EBT berpotensi mengurangi pendapatan PLN dari sisi penjualan listrik. Namun dalam jangka menengah dan panjang, kehadiran listrik EBT justru akan menguntungkan karena bisa menggantikan keberadaan pembangkit fossil berbiaya khususnya pembangkit berbahan bakar migas (khususnya BBM).

Di Indonesia, kewajiban investasi kelistrikan di sisi hilir sepenuhnya menjadi kewajiban PLN, sehingga kesiapan PLN secara finansial jugamenjadi pertimbangan bagi pengembangan EBT di Indonesia.

Sehubungan dengan hal tersebut, menurut Ali, ada beberapa hal yang layak diperhatikan dalam pemanfaatan dan pengembangan pembangkit EBT ke depan, antara laian:

Pertama, perlu dihitung dan dirumuskan kembali neraca energy (energy flow) Indonesia kedepan berbasis multiregional dan RES (Reference Energy System) untuk memproyeksikan besaran kebutuhan (demand) dan pasokan (supply) listrik untuk setidaknya 10 tahun kedepan, serta bagaimanan cara pemenuhannya (jenis pembangkit yang akan dikembangkan) baik di tingkat lokal maupun nasional.

Kedua, perlu disusun dan dirumuskan bauran EBT (Renewable Energy Mix) untuk menentukan jenis EBT yang paling optimal untuk dikembangkan baik di tingkat lokal, regional maupun nasional. Rumusan ini penting salah satunya untuk mempersiapkan infrastuktur EBT yang dibutuhkan, perdagangan EBT antar-wilayah (inter-regional trading), perencanaan logistik dan tentunya kebutuhan investasinya.

Ketiga, pengembangan EBT yang bersentuhan langsung dengan hilir hendaknya dilakukan dengan perencanaan matang pada waktu yang tepat dan menyesuaikan dengan kondisi demand dan supply listrik. Waktu pengembangannya bisa pada 2 (dua) tahun ke depan (pasca pandemi Covid-19) setelah kondisi demand listrik diperkirakan pulih.

Terkait ini, tidak ada salahnya kebijakan yang ditempuh selaras dengan pembangkit eksisting, seperti program co-firing biomassa pada PLTU batubara.

Keempat, pengembangan EBT harus selaras dengan program penurunan BPP (Biaya Pokok Penyediaan) tenaga listrik. Sebagai contoh, pengembangan pembangkit EBT diarahkan untuk menggantikan PLTD (Diesel) berbahan bakar BBM. Sebagai informasi, saat ini jumlah pembangkit PLTD milik PLN tinggal sekitar 4 %, terutama tersebar di luar Jawa – Bali (Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua) masih masih sangat bergantung pada PLTD.

Kelima, pengembangan pembangkit EBT perlu memperhatikan keadilan bisnis bagi PLN sebagai pemain utama di sector ketenagalistrikan dari hulu ke hilir. Perlu dirancang agar PLN memiliki komposisi yang lebih besar dalam investasi pengembangan EBT kelistrikan, sehingga kapasitas keuangan PLN perlu ditambah agar memiliki kemampuan yang lebih besar dalam investasinya, baik di pembangkit, transmisi, maupuan jaringannya.

Banjir Investor

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini


Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, pihaknya melakukan terobosan untuk memastikan keberlanjutan energi dan pengembangan teknologi melalui kolaborasi dan penelitian di sektor ketenagalistrikan.

“Kami sedang berupaya untuk menggunakan atau bahkan mengubah pembangkit listrik fosil yang ada dengan sumber daya yang lebih berkelanjutan. Saat ini, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ketenagalistrikan PLN, sebagai unit strategis kami, memainkan peran penting dalam memecahkan tantangan tersebut dan memberikan ide-ide baru,” ujarnya, dalam sambutan International Conference on Technology and Policy in Electronic Power and Energy (ICT-PEP) 2021ICT-PEP 2021, Rabu (29/9).

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi. Dadan Kusdiana menyebut banyak investor sudah mengantre untuk berinvestasi di energi terbarukan. Apalagi menyusul pernyataan Tiongkok yang akan menyetop proyek batu bara di luar negeri. Hal ini berarti dana dari Tiongkok ini akan dialihkan ke sektor lainnya, termasuk energi terbarukan.

Dalam upaya mendorong percepatan bauran energi baru dan terbarukan, pemerintah menyiapkan berbagai strategi salah satunya menempatkan matahari sebagai tulang punggung penghasil listrik ramah lingkungan.

Proyek pengembangan energi surya mulai dari pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar di lahan bekas tambang, lahan tidak produktif, pemanfaatan waduk untuk PLTS terapung, pengembangan PLTS atap rumah, hingga inisiasi konversi PLTU ke PLTS.

Dengan telah selesainya RUPTL, sesuai dengan pembicaraan di Kantor Presiden Indonesia, Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur soal harga listrik energi terbarukan disebutnya bakal segera diterbitkan. Beleid ini salah satunya akan mengatur soal dukungan insentif dari pemerintah untuk proyek pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.

Selain itu, pihaknya akan memperbaiki beberapa Peraturan Menteri (Permen). Salah satunya Kementerian ESDM tengah menyusun Permen tentang power wheeling atau penggunaan bersama jaringan listrik. Meski tidak masuk dalam RUPTL, power wheeling dinilai bakal mendorong tumbuhnya pemanfaatan energy terbarukan di dalam negeri.

Kondisi ini disebutnya membuat tahun ini menjadi tahun ideal untuk melakukan segala upaya mendorong energi terbarukan, baik dari sisi kebijakan, teknologi, keekonomian, dan kebutuhan akan energi bersih. Karenanya, pemerintah harus berhasil mencapai target-target yang telah ditetapkan.

Terkait regulasi, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mengungkapkan, Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) sudah dibahas pihaknya dan menyerahkan ke Badan Legislasi (Baleg) DPR. Adanya pandemi, lanjutnya, tidak menyurutkan pembahasan RUU EBT.

“RUU ini jalan terus, meski dalam kondisi pandemi. Per 1 Juli kemarin, kami sudah selesai di level Komisi VII dan menyerahkan ke Badan Legislastif untuk diharmonisasi. Utamanya menyangkut struktur perundangan. Soal substansi boleh di kata dari DPR sudah clear,” jelasnya. Sugeng melanjutkan, UU EBT menjadi urgent lantaran dianggap bisa memberikan kepastian hukum dan usaha sekaligus guna menarik investor.

Diketahui, salah satu pasal dalam RUU EBT antara lain kemudahan perizinan usaha. Pasal 29 RUU EBT memerintahkan pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah memberikan kemudahan perizinan berusaha dalam pengusahaan energy baru terbarukan. Kemudahan tersebut meliputi prosedur, jangka waktu dan biaya..

Sumber: https://investor.id/bumee/265428/ketika-ebt-jadi-primadona-green-energy

Asia Tenggara Berpeluang Meningkatkan Energi Terbarukan

Ilustrasi energi terbarukan. ( Foto: solarquotes.com.au )



Chief Executive Officer (CEO) AC Energy, John Eric Francia mengatakan bahwa Asia Tenggara sedang mengalami transisi energi dan berpeluang meningkatkan energi terbarukan di kawasan ini.

“Kami jelas sangat optimistis terhadap energi terbarukan di Asia Tenggara. Perusahaan telah melihat momentum besar sejak mengalihkan fokusnya ke sumber energi yang lebih bersih pada 2016,” ujar Francia, yang dikutip CNBC, pada Selasa (28/9).

Dia menambahkan, AC Energy telah memiliki kapasitas energi terbarukan 2.100 megawatt (MW), dan bertujuan meningkatkannya menjadi 5.000 MW pada 2025. Perusahaan yang juga beroperasi di Filipina, Vietnam, Indonesia, India dan Australia ini mengatakan bahwa sekitar 80% dari kapasitasnya berasal dari sumber energi terbarukan.

Di samping itu, Francia mengaku jika transisi akan dilakukan bertahap mengingat peristiwa baru-baru ini yang telah menunjukkan peluang dalam energi terbarukan.

“Dengan segala yang terjadi – seperti volatilitas di pasar global dengan bahan bakar fosil dan sebagainya, dan lonjakan permintaan yang mengejutkan di berbagai pasar di tengah pandemi, saya pikir kita memiliki peluang besar untuk benar-benar meningkatkan energi terbarukan,” kata dia pada Selasa.

Di sisi lain, Eropa sedang menghadapi krisis energi karena harga-harga meroket akibat kekurangan gas. Produksi tenaga angin yang rendah juga membuat beberapa negara kesulitan memenuhi kebutuhan energi mereka.

Alhasil, Inggris kembali mengoperasikan pembangkit listrik tenaga batu bara tua guna menghasilkan lebih banyak listrik. Para ahli pun mengatakan ambisi hijau Uni Eropa dapat terpukul oleh melonjaknya harga gas.

Tetapi Francia dari AC Energy menyatakan bahwa energi terbarukan yang digabungkan dengan teknologi penyimpanan baterai dapat memecahkan permasalahan ini di tahun-tahun mendatang. Ia menyebutnya sebagai peluang besar.

Menurut Francia, elemen penting dan pendukungnya adalah penyimpanan baterai, mengingat sifat sumber energi yang terputus-putus dan terbarukan, seperti angin atau matahari.

“Dengan bantuan dari sektor kendaraan listrik, penyimpanan baterai menjadi semakin terukur dan kompetitif. Untuk saat ini, negara-negara harus merencanakan transisi ke energi bersih dan menggunakan bahan bakar lain untuk melengkapi energi terbarukan,” ujar Francia, seraya meambahkan bahwa perkiraan menggunakan baterai baru akan siap dalam waktu tiga hingga lima tahun.

Sumber: https://investor.id/international/265330/asia-tenggara-berpeluang-meningkatkan-energi-terbarukan

GE Indonesia dorong perkembangan energi terbarukan

 

ILUSTRASI. General Electric

Dalam rangka menggerakkan penggunaan energi baru terbarukan, General Electric (GE) Indonesia, bekerja sama dengan Society of Renewable Energy (SRE), menggelar GE Youth Idea Competition yang merupakan program edukasi dan kompetisi dalam EBT untuk mahasiswa Indonesia.

Handry Satriago, CEO GE Indonesia mengatakan Indonesia telah menunjukkan komitmen besar dalam penggunaan energi terbarukan dan berkelanjutan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di masa depan.

"Dan GE pada saat ini menyediakan teknologi yang meliputi 20% kapasitas energi terbarukan dunia, sehingga kami memahami bahwa teknologi kelas dunia diperlukan. Namun yang juga penting adalah kita semua membantu mengembangkan generasi masa depan, talenta-talenta di Indonesia untuk menggerakkan agenda energi terbarukan. Kami berkontribusi sesuai kapasitas kami terhadap upaya-upaya tersebut,” kata Handry dalam keterangan yang diterima Kontan.co.id, Kamis (30/9).

Pendiri SRE, Zagy Yakana Berian mengatakan bahwa peran GE Indonesia sangat memperkaya program ini karena peserta mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai sektor energi terbarukan.

“Kami belajar banyak tentang teknologi dan pengalaman GE mengenai energi terbarukan, dan kami berharap ide-ide kami akan membuka inovasi baru dan kesempatan-kesempatan untuk mendukung program pemerintah dalam transisi energi,” tambah Zagy.

Pemerintah Indonesia telah mengumumkan bahwa 23% energi yang digunakan di Indonesia akan berasal dari sumber-sumber energi yang terbarukan pada tahun 2025 dengan pengurangan emisi gas-gas rumah kaca hingga 29% pada tahun 2030.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana menambahkan, ketersediaan sumber daya manusia yang unggul dibutuhkan untuk mendukung proses transisi energi Indonesia dalam rangka dekarbonisasi atau carbon-netral.

“Pemerintah mengharapkan Indonesia sudah mewujudkan dekarbonisasi pada 2060 atau lebih cepat. Batubara nanti akan digantikan oleh Energi Baru Terbarukan. Dalam dua hingga tiga tahun ke depan kita harus memastikan terjadi proses transisi energi,” kata Dadan Kusdiana.

Sekadar informasi saja, GE Youth Idea Competition merupakan program edukasi dan kompetisi dalam energi baru terbarukan untuk mahasiswa Indonesia. Program ini terdiri dari dua kegiatan, seri webinar online dan kompetisi whitepaper.

Rangkaian seminar online dan kompetisi digelar sejak Mei 2021 hingga Agustus lalu. Acara ini berfokus pada energi baru terbarukan dengan berbagai topik relevan tentang produksi dan penyimpanan energi, transformasi digital, kebijakan publik dan sosial, serta ekonomi dan keuangan.

Whitepaper dari tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang berjudul ‘Inovasi Sistem Minigrid Hibrida Biomassa Sekam Padi dan Energi Surya untuk Mendukung Dekarbonisasi dan Elektrifikasi pada Sektor Pertanian’ terpilih sebagai pemenang dari lebih dari 100 tim mahasiswa yang ikut berpartisipasi.

Pemenang kedua adalah tim dari Universitas Gadjah Mada, sedangkan yang meraih posisi ketiga adalah tim dari Politeknik Negeri Semarang. Selain itu, 10 tim finalis mendapatkan kesempatan mentoring intensif dengan pimpinan-pimpinan senior GE Indonesia.

Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/ge-indonesia-dorong-perkembangan-energi-terbarukan

Paus Fransiskus Puji Aktivis Muda yang Berjuang Atasi Perubahan Iklim

Paus Fransiskus menerima mawar putih sebagai hadiah pada akhir audiensi umum mingguannya di aula Paulus VI di Vatikan pada Rabu 29 September 2021. (Foto: AFP)


Paus Fransiskus berterima kasih kepada para aktivis muda atas perhatian mereka tentang perubahan iklim. Seperti dilaporkan CNBC, Paus Fransiskus berpidato lewat rekaman video di hadapan para aktivis iklim pemuda di Milan, Italia, pada Rabu (29/9/2021).

Dalam kesempatan itu, Paus Fransiskus mendesak para aktivis muda untuk membantu membangun "budaya peduli" saat mereka berjuang mencari solusi pemanasan global.

Paus mendorong para aktivis muda untuk melanjutkan upaya mereka demi kebaikan umat manusia. Paus menambahkan bahwa visi aktivis muda "mampu menantang dunia orang dewasa."

"Dikatakan bahwa Anda adalah masa depan, tetapi dalam hal ini, Anda adalah masa kini. Anda adalah orang-orang yang membuat masa depan hari ini, di masa sekarang," katanya dalam pesan video yang disiarkan di acara Youth4Climate di Milan.

Paus mengatakan solusi untuk perubahan iklim, termasuk pembangunan dan produksi berkelanjutan, harus dibangun di atas persatuan dan rasa tanggung jawab bersama.

“Harus ada keharmonisan antara manusia, laki-laki dan perempuan, dan lingkungan. Kami bukan musuh. Kami tidak acuh. Kami adalah bagian dari harmoni kosmik ini,” ujarnya.

Ribuan juru kampanye iklim menghadiri konferensi tiga hari di Italia utara, tempat perwakilan pemuda dari lebih dari 190 negara akan menyusun proposal untuk aksi iklim yang akan dipresentasikan kepada pembuat kebijakan.

Aktivis muda Swedia Greta Thunberg berbicara pada Selasa, menuduh banyak pemerintah tidak mengambil tindakan yang cukup agresif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, dan menuntut akuntabilitas yang lebih besar dari para pemimpin dunia.

"Mereka jelas tidak mendengarkan kita. Lihat saja jumlahnya. Emisi masih meningkat. Ilmu pengetahuan tidak berbohong," kecam remaja berusia 18 tahun itu.

Acara Youth4Climate datang hanya beberapa minggu sebelum para pemimpin dunia akan berkumpul di Skotlandia untuk konferensi perubahan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada pertemuan penting tersebut, negara-negara diharapkan untuk bernegosiasi dan menetapkan target terbaru untuk mengurangi emisi pada tahun 2030, sebagai bagian dari Perjanjian Paris.

Paus Fransiskus adalah pendukung kuat kesepakatan Iklim Paris, pakta global yang dibuat pada tahun 2015 dan ditandatangani oleh lebih dari 190 negara untuk bekerja sama mencegah bencana perubahan iklim.

Pada tahun yang sama, Paus menulis ensiklik yang menyerukan revolusi untuk menyelamatkan Bumi. Dokumen tersebut mendesak orang untuk berhenti mencemari dan mengeksploitasi planet ini, untuk meninggalkan gaya hidup materialistis dan boros, dan untuk melindungi mereka yang paling rentan terhadap dampak pemanasan global.

Sumber: https://www.beritasatu.com/dunia/834667/paus-fransiskus-puji-aktivis-muda-yang-berjuang-atasi-perubahan-iklim

Menteri LHK ajak kaum perempuan jadi pelopor isu perubahan iklim

 

Menteri LHK Siti Nurbaya. ANTARA/HO-KLHK.



Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mengajak kaum perempuan untuk menjadi pelopor dalam isu perubahan iklim dan mengubahnya dari permasalahan menjadi peluang, salah satunya lewat Program Kampung Iklim (Proklim).

"Saya ingin memberikan gambaran peran perempuan dalam komunitas masyarakat di tingkat RT/RW misalnya. Pada tingkat tapak dan terdepan, para ibu dalam kelompok dapat mendorong inisiasi pembentukan kelompok masyarakat Program Kampung Iklim," ujar Menteri LHK Siti Nurbaya menurut keterangan resmi Kementerian LHK yang diterima di Jakarta pada Kamis.

Menteri Siti mengatakan bahwa banyak kegiatan yang bisa dilakukan kaum perempuan dalam Proklim seperti menanam pohon dan pertanian agroforestri, daur ulang sampah untuk mengurangi pencemaran dan juga membangun ekonomi sirkular sebagai bagian dari upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

KLHK berharap hingga 2024 akan terbentuk sebanyak 20.000 kampung iklim di seluruh Indonesia, yang menurut Siti memerlukan dukungan dari semua pihak termasuk kaum perempuan.


Dia menjelaskan bahwa sejak pertemuan Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP) ke-20 pada 2014, perspektif gender dalam isu penanggulangan perubahan iklim telah memiliki basis yang kuat. Di tingkat nasional juga kebijakan responsif gender terkait perubahan iklim terus disempurnakan.

"Tantangan utamanya dan saat ini, yaitu dalam implementasi dan dalam konteks peran perempuan, untuk bagaimana perempuan memanfaatkan peluang yang ada dan mengatasi hambatan yang dihadapi. Perubahan iklim merupakan isu yang berdimensi jangka panjang dan menyangkut values, multi-disiplin, multisektor, inter-generasional, dan memerlukan peran semua pihak," jelas Siti.

Dia menekankan bahwa ancaman perubahan iklim perlu diwaspadai karena berdampak pada kehidupan manusia seperti terjadi peningkatan bencana akibat iklim ekstrem, ancaman terhadap kawasan pesisir dan tenggelamnya pulau-pulau kecil karena kenaikan tinggi muka air laut, gangguan kesehatan penyakit terkait iklim seperti malaria dan timbulnya jenis penyakit baru.

Perubahan iklim juga menimbulkan kerusakan infrastruktur akibat iklim ekstrem, peningkatan kejadian gagal panen, penurunan produktivitas ternak, tanaman perkebunan dan tanaman semusim, gangguan mata pencaharian masyarakat khususnya pertanian dan nelayan serta ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem.

Untuk itu partisipasi semua pihak untuk aktif bekerja sama melaksanakan tindakan terintegrasi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim akan berkontribusi positif terhadap pengendalian perubahan iklim, serta meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim.

Sumber: https://www.antaranews.com/berita/2425233/menteri-lhk-ajak-kaum-perempuan-jadi-pelopor-isu-perubahan-iklim

Industri Kripto Karya Anak Bangsa Fokus Berbisnis dan Dukung Pemerintah

 

Bumoon akan melakukan sejumlah aksi menurunkan suhu Bumi. (Dok: Bumoon)

Minat masyarakat dunia, termasuk Indonesia pada aset kripto semakin baik di masa pandemi. Hal ini berbanding terbalik dengan pasar kripto di China, yang mana masyarakat di sana mengadaka aksi jual massal, akibat pernyataan Bank Sentral China. Sebelumnya China menyatakan bahwa kripto adalah transaksi yang ilegal karena bersifat spekulatif.

CEO Indodax, Oscar Darmawan menyatakan, meskipun pelarangan tersebut sempat membuat harga bitcoin dan aset kripto lainnya jatuh, nyatanya atensi dan minat masyarakat dunia dan Indonesia justru semakin bertambah.

Pernyataan ini ditanggapi industri aset kripto karya anak-anak Indonesia, salah satunya Bumoon.io. Lembaga ini membuat terobosan business model donvestment (Donasi+ investasi), yang diharapkan dapat menciptakan tren baru yang beriringan dengan tujuan The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).

Bumoon.io, sebuah sosial startup yang bergerak di teknologi IoT, blockchain dan AI, serta pengolahan sampah dengan nol residu (zero waste) sedang berkembang pesat di Indonesia.

"Visi dan misi kami mendukung pemerintah yang menjadi solusi permasalahan global dengan pertaruhan besar bagi masa depan manusia," ujar Happy Murdianto, Chief Marketinf Officer (CMO) Bumoon.io, beberapa waktu lalu.

Bumoon.io membuat terobosan dalam dunia kripto, dengan menggabungkan perdagangan kripto sebagai komoditas dengan memiliki bisnis real untuk dapat membeli kembali komuditas tersebut, sehingga selalu ada yang membeli kembali di harga berapa pun.

"Kami optimistis dengan antusiasme anak muda pada kripto, baik di Indonesia dan global, karena sangat besar. Hal tersebut terlihat dari transaksi hampir Rp470 triliun per Juli 2021," katanya.

Menurut Oscar, dampak yang terjadi di China hanya bersifat sementara.

“Investor tidak perlu was was. Pengumuman ini hanya akan berdampak jangka pendek. Contohnya, 1 Januari 2021. Harga Bitcoin menyentuh 29.576 dolar AS per koin atau setara Rp422 jutaan dengan kurs dolar hari ini. Coba lihat sekarang, harga Bitcoin sudah menyentuh 43,942 dolar AS per koin, atau setara Rp626 jutaan dengan kurs dolar hari ini,” kata Oscar, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (27/9/2021).

Sumber: https://www.suara.com/pressrelease/2021/09/29/112541/industri-kripto-karya-anak-bangsa-fokus-berbisnis-dan-dukung-pemerintah

ICT for Climate Change: Save Your Data Center Energy


Salah satu sumbangsih besar penggunaan daya adalah dari datacenter, atau ruang server di kantor, perusahaan dan instansi. Maka penghematan daya energy di lingkungan data center menjadi hal penting yang bisa dilakukan. Ikuti webinar ini untuk tahu lebih banyak cara monitoring dan melakukan penghematan untuk data center dan ruang server anda.


Webinar di 7 Okt 2021, jam 14-16 WIB. Daftarkan diri anda segera: https://s.id/climatechange07okt


Pengembang Terus Dorong Konsep Green-Sustainability

 

Bangunan merupakan salah satu unsur yang mengonsumsi energi paling besar. Karena itu berbagai upaya penghematan dan konsep green pada bangunan untuk  efisiensi harus terus didukung. Salah satu gedung perkantoran SML menerapkan konsep green-sustainability dan kerap meraih penghargaan gedung hijau.

Konsep green untuk bangunan yang lebih sehat dan penggunaan energi yang minimal terus didorong. Pengembang Sinar Mas Land (SML) merupakan salah satu perusahaan developer yang terus mendorong efisiensi itu di setiap bangunan maupun pengembangan berbagai proyeknya.

Menurut Managing Director President Office SML Dhony Rahajoe, sebagai pengembang SML selalu berupaya dan menerapkan komitmen untuk menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan, menerapkan konsep green, dan berkelanjutan sesuai dengan visi sustainability perusahaan.

“Salah satu upaya yang terus kami dorong untuk penerapan visi sustainability antara lain diimplementasikan melalui penerapan double glass pada bangunan untuk mengurangi panas yang masuk ke dalam ruangan hingga penerapan recycle water treatment seperti yang diterapkan di Gedung Green Office Park 1,” ujarnya.

Berbagai upaya ini juga akhirnya membuat SML kembali meraih penghargaan di tingkat nasional untuk Juara 1 Pengharagaan Subroto di Bidang Efisiensi Energi (PSBE) 2021 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam katergori Gedung Baru untuk proyek Green Office Park 1. Gedung ini berhasil meraih kategori terbaik dari 177 proyek properti terbai dari seluruh Indonesia.

PSBE merupakan ajang bergengsi di bidang penghematan energi tingkat nasional yang diselenggarakan setiap tahun oleh Kementerian ESDM sejak tahun 2012 lalu. Gedung Green Office Park 1 ini berhasil menyisihkan finalis lain seperti Gedung Telkom Landmark Tower 2 dan Gedung Menara Astra.

Gedung Green Office Park 1 sendiri merupakan gedung perkantoran di kawasan BSD Green Office Park, BSD City, Tangerang, Banten yang kerap mendapatkan penghargaan gedung hijau sejak tahun 2013. Beberapa diantaranya yaitu sertifikasi Gold Green District dari Building Construction Authority (BCA).

Beberapa penerapan desain yang ikonik khususnya penerapan konsep green-nya antara lain desain unit berupa atrium semi terbuka pada pusat bangunan. Green Office Park juga memiliki area green garden dan green roof pada atap bangunan yang bisa menurunkan penurunan suhu dalam bangunan.

Green Office Park juga dilengkapi  denngan berbagai fitur hemat energi lainnya seperti unit pendingin berupa chiller VSD, daylight sensor dan motion sensor pada lampu, double glass facade, building automation system untuk mengontrol dan memantau penggunaan energi bangunan, dan sebagainya.

“Gedung Green Office Park juga dikenal sebagai Gedung Traveloka Campus dan telah tersertifikasi sebagai bangunan hijau dari Green Building Council Indonesiia (GBCI) dengan peringkat Gold. Berbagai penghargaan ini juga telah memotivasi kami untuk terus berusaha meningkatkan kinerja penerapan efsiensi dan konservasi energi pada pembangunan sejumlah proyek perusahaan ke depan,” beber Dhony.

Sumber: https://www.rumah.com/berita-properti/2021/9/201328/pengembang-terus-dorong-konsep-green-sustainability

Krisis Energi Inggris Bisa Berdampak pada Inflasi Indonesia, Ini Penjelasan Ekonom

Kelangkaan pasokan energi di Inggris akan mempengaruhi perekonomian indonesia khususnya terjadi inflasi dan berbagai penurunan jumlah ekspor serta impor.

Kelangkaan pasokan energi di Inggris akan mempengaruhi perekonomian indonesia yaitu inflasi dan berbagai penurunan jumlah ekspor serta impor. (Foto: MNC)


Pengamat ekonomi sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira membeberkan dampak krisis energi yang melanda negara Inggris saat Ini.

Bhima menyebut krisis kelangkaan pasokan energi atau komoditas di Inggris akan mempengaruhi perekonomian indonesia khususnya terjadi inflasi dan berbagai penurunan jumlah ekspor dan impor dalam komoditas tertentu di negara Indonesia.

"Sebagai salah satu sinyal kedepan akan mengalami kenaikan dalam beberapa bulan mendatang, sehingga kita harus bersiap-siap pertama terhadap inflasi dan inflasi ini harus diantisipasi karena efek dari naiknya harga minyak kepada harga pangan kemudian harga kebutuhan pokok lainnya ini relatif ke sensitif," kata Bhima saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Rabu (29/9/2021).

Dengan demikian artinya harga minyak mentah mengalami kenaikan, kemudian harga BBM di dalam negeri disesuaikan maka imbasnya juga akan terasa kepada harga bahan makanan.

"Sementara pemulihan ekonomi pasca Covid-19 terjadi namun belum merata di seluruh kelompok, maka inflasi akan memukul kelas menengah bawah dan menciptakan penurunan daya beli yang signifikan dan membuat orang miskin semakin bertambah," tuturnya.

Bhima menyarankan hal yang kemudian juga yang perlu diantisipasi dampak dari krisis energi yang ada di Inggris ini akan memicu penurunan ekspor komoditas dari Indonesia.

"Ini berpengaruh pada komoditas ekspor karena dikhawatirkan adanya shutdown dari beberapa industri-industri penting yang ada di Inggris karena kelangkaan energi. ini harus diantisipasi juga dengan mencari pasar-pasar yang potensial di luar dari Inggris atau di luar dari negara yang sedang ancaman krisis energi nya itu meningkat," terang nya.

Kemudian bagi pemerintah Inggris telah melakukan berbagai cara untuk bisa menangani krisis tersebut.

"Ini sebenarnya momentum transis menuju energi terbarukan itu memang harus disiapkan sehingga ketika harga energi internasional yang meningkat yang berasal dari fosil maka ketergantungan ini bisa menciptakan krisis dan ini harus diatasi dengan masuk kepada solar panel kepada energi terbarukan dari air dari Kemudian dari sumber-sumber energi terbarukan lain dan jadi momentum emisi karbon,"tandasnya. (TIA)

Sumber: https://www.idxchannel.com/economics/krisis-energi-inggris-bisa-berdampak-pada-inflasi-indonesia-ini-penjelasan-ekonom

Teknologi Digital Dukung Skenario Bisnis

 

Huawei (Ilustrasi). HarmonyOS, istem operasi yang dikembangkan secara mandiri oleh Huawei itu dijadwalkan dirilis untuk telepon seluler pada Desember 2020.

Pemanfaatan teknologi saat ini, makin menjadi bagian tak terpisahkan dari kelangsungan bisnis. Pada masa pandemi, berbagai industri dan skenario bisnis, telah memanfaatkan teknologi untuk dapat bertahan atau justru kian mengembangkan usahanya.

Pekan lalu, Huawei menggelar event Huawei Connect. Dalam ajang tahunan itu, Huawei menekankan komitmennya untuk terus melakukan inovasi demi terus mendorong digitalisasi.

Rotating Chairman Huawei, Eric Xu, mengatakan, Huawei Connect 2021 ini dihadirkan dalam tema Dive into Digital yang mendalami penerapan teknologi digital dalam mendukung skenario bisnis. Termasuk juga, membantu industri dalam menghadapi tiap tantangan yang ada.

"Pengembangan digital bergantung pada teknologi. Agar teknologi digital tetap relevan, kita harus terus berinovasi dan menciptakan nilai. Cloud, artificial intelligent, dan jaringan, merupakan tiga teknologi digital yang penting dalam mendukung digitalisasi," ujar Xu dalam konferensi pers Huawei Connect 2021 yang digelar secara virtual.

Dalam kesempatan itu, ia juga mengungkapkan, layanan komputasi awan yang dihadirkan lewat Huawei Cloud sejak empat tahun lalu, telah menyatukan 2,3 juta pengembang, 14 ribu mitra konsultan dan enam ribu mitra teknologi. Integrasi ini dinilai telah menjadi platform penting bagi perusahaan dan pemerintah untuk mencapai digitalisasi industri.

Agar layanan cloud mampu hadir kian optimal, Huawei pun menghadirkan ubiquitous cloud-native service (UCS). Lewat layanan ini, Huawei berencana memberikan pengalaman yang konsisten kepada perusahaan saat menggunakan aplikasi cloud-native yang tidak dibatasi oleh batasan geografis, lintas cloud ataupun traffic limitations. Dengan begitu, akan mempercepat transformasi digital di semua industri.

Untuk inovasi dalam network domain, Huawei juga melakukan terobosan lewat autonomous driving network (ADN). Inovasi ini telah diterapkan dalam sektor keuangan, pendidikan dan pera watan kesehatan untuk berinovasi dalam menyebarkan aplikasi baru. Termasuk juga, membangun jaringan yang mampu melakukan self-fulfilling, self-healing, self-optimizing, dan terautomasi.

Menurut Xu, Huawei juga ingin berperan dalam mencapai industri yang lebih ramah lingkungan lewat penerapan teknologi digital. Dalam mencapai hal itu, Huawei melakukan inisiatif berupa investasi dan inovasi teknologi untuk menghadirkan produk yang lebih hemat energi.

"Kami juga berinvestasi untuk mempertemukan perangkat elek tronik dan teknologi digital dalam mempromosikan clean energy," katanya,

Komitmen ini, Xu melanjutkan, ditunjukkan dengan menyediakan teknologi digital yang membantu semua sektor dalam melakukan digi talisasi yang rendah karbon.

Sumber: https://www.republika.co.id/berita/r06ptl368/teknologi-digital-dukung-skenario-bisnis

Wednesday, September 29, 2021

Butuh keterlibatan semua pihak atasi perubahan iklim

ILUSTRASI. Gletser Sermeq yang mencair terlihat terletak sekitar 80 km selatan Nuuk, Greenland, Sabtu (11/9/2021). REUTERS/Hannibal Hanschke


 

Upaya mencegah dan mengatasi perubahan iklim membutuhkan keterlibatan semua pihak termasuk generasi muda. Kontribusi generasi muda seperti mahasiswa untuk memanfaatkan sebesar-besarnya energi terbarukan menjadi kunci mitigasi perubahan iklim melalui sektor energi.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, untuk mencegah kenaikan temperatur global tidak lebih dari 1,5 C dibutuhkan tindakan yang drastis, yaitu mengubah sistem energi menuju dekarbonisasi secepat mungkin. "Indonesia sebenarnya memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang beragam dan dipadu dengan pemanfaatan teknologi terkini, sehingga dapat melakukan transformasi sistem energi berbasis pada energi terbarukan yang layak secara teknis dan layak secara ekonomim," katanya dalam Webinar Nasional dengan tema “Cegah Krisis Iklim dengan Energi Bersih” pada Rabu (29/9/2021).

Menurut Fabby, peralihan (transisi) dari energi fosil yang banyak menghasilkan karbon ke energi terbarukan yang lebih bersih sangat penting untuk upaya mitigasi perubahan iklim. Perubahan iklim dipicu oleh peningkatan emisi karbon di bumi. "Perserikatan Bangsa-bangsa dalam Paris Agrement pada 2015 telah menyepakati perlunya pembangunan berkelanjutan dengan salah satunya mengadopsi kebijakan transisi energi," sebutnya.

Yang terang, kebijakan tersebut meminta negara-negara secara bertahap untuk mentransformasi energinya dengan mengurangi dan meninggalkan energi fosil menuju penggunaan energi terbarukan yang nirkarbon dan lebih ramah lingkungan. Tujuannya, agar kenaikan suhu bumi tidak melewati 20C pada 2030 untuk mencegah dampak perubahan iklim.

Dalam kesempatan yang sama, Chrisnawan Anditya, Direktur Aneka EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengemukakan, energi baru terbarukan menjadi salah satu sektor yang akan dikembangkan dalam rangka transisi energi menuju energi bersih untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca dan net zero emission.

Sesuai dengan komitmen Indonesia dalam penurunan emisi serta arahan Presiden RI melalui COP 21 Tahun 2015 Menurunkan Emisi GRK 29% (kemampuan sendiri) atau 41% (bantuan internasional) pada 2030 sesuai NDC, Leader Summit on Climate Tahun 2021 (Membuka investasi terhadap transisi energi melalui pengembangan biofuel, industri baterai lithium, dan kendaraan listrik), dan pidato kenegaraan tahun 2021 (Transformasi menuju EBT, serta akselerasi ekonomi berbasis teknologi hijau, akan menjadi perubahan penting dalam perekonomian kita. "Presiden dalam beberapa kesempatan telah memberikan arahan bahwa transformasi energi menuju energi baru dan terbarukan harus dimulai," ujarnya.

Green economy, green technology, dan green product harus diperkuat agar kita bisa bersaing di pasar global dan pemerintah telah merencanakan untuk membuat green industrial park yang rencananya akan disiapkan di Kalimantan Utara dengan memanfaatkan hydropower. Pembangkit listrik tersebut akan menghasilkan energi hijau, baru terbarukan, yang akan disalurkan kepada kawasan industri hijau sehingga muncul produk-produk hijau dari sana.

Saat ini sudah disusun Roadmap EBT menuju Net Zero Emission dari tahun 2021-2060, dimana pada tahun 2060 harapannya semua pembangkit berasal dari pembangkit EBT 100%. Selain roadmap NZE juga telah dibuat rencana retirement PLTU batubara yang diganti dengan pembangkit EBT. "Pengembangan EBT akan sangat tergantung pada sinergitas semua pihak, yaitu pemerintah, lembaga penelitian, universitas, dan pelaku industri. Tentunya peran dari generasi muda sangat membantu dalam pengembangan EBT kedepannya.” ujar Chrisnawan.

Ketua Yayasan Perspektif Baru Hayat Mansur mengatakan, perlu keterlibatan kita semua untuk mengendalikan perubahan iklim ini, dan generasi muda bisa jadi bagian dari kampanye pengendalian perubahan iklim. “Salah satu faktor penggerak yang paling efektif dalam mengatasi dampak perubahan iklim adalah generasi muda karena dampak tersebut akan berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama sampai ketika mereka menjadi pemimpin di masa depan,” kata dia.

Hayat bilang, generasi muda merupakan pemimpin masa depan yang juga berfungsi sebagai agen perubahan. Pemahaman mereka akan masalah perubahan iklim sangat krusial bagi masa depan Indonesia. "Dengan meningkatkan kesadaran di kalangan mahasiswa mengenai upaya mitigasi perubahan iklim melalui sektor energi terbarukan dapat menciptakan perubahan besar di masyarakat. Apalagi Indonesia memiliki sumber energi terbarukan yang sangat melimpah," terangnya.

Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim (DPPPI)-KLHK Sarwono Kusumaatmadja, hadirnya energi bersih adalah keharusan dalam membentuk peradaban baru. Proses peralihan energi bukanlah proses yang linear dan melibatkan berbagai variabel yang interaksinya masih di luar jangkauan nalar kita dewasa ini. "Secara alamiah, inilah ranah pemikiran dan karya generasi muda." terang dia.

Memang, saat ini pemerintah sedang mengembangkan beberapa pembangkit EBT, seperti PLTS Terapung Cirata, dan PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan yang berkapasitas 510 MW dan berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon. Adapun potensi energi terbarukan di Indonesia total mencapai 417,8 Gigawatt (GW) dari arus laut, panas bumi, bioenergi, bayu, surya, dan air. Namun sayangnya, saat ini kita baru memanfaatkan energi terbarukan sekitar 10,4 GW (2,5%).

Krisis iklim merupakan salah satu tantangan paling besar yang dihadapi umat manusia saat ini dan juga di masa depan. Dampak krisis iklim pun semakin dirasakan saat ini. Menurut Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dalam ikhtisar kondisi iklim tahun 2020 (state of climate in 2020) yang dikeluarkan oleh beberapa institusi internasional seperti NOAA, Met Office dan WMO, dinyatakan bahwa suhu global pada 2020 menempati peringkat kedua teratas sebagai tahun terpanas sejak zaman pra industri.

Sementara itu, Dosen FISIP Universitas Pattimura Pieter Jacob Pelupessy menilai, dari aspek sosial pengendalian iklim dapat dilakukan dengan membekali generasi muda melalui pendidikan untuk menguatkan pengetahuan dan perilaku serta cara bertindak. "Penguatan pada kelembagaan sosial, memanfaatkan potensi kearifan lokal pada sumber daya daya social, dapat memberikan solusi kelestarian lingkungan untuk keselamatan manusia. Pembentukan agen pembaharuan sosialisasi ancaman perubahan iklim merupakan energi sosial yang dapat menyumbang pada pembangunan berkelanjutan," ucap Pieter.

Sumber: https://industri.kontan.co.id/news/butuh-keterlibatan-semua-pihak-atasi-perubahan-iklim

7 Negara Pulau Terancam 'Hilang' karena Perubahan Iklim

Ilustrasi negara pulau. (Foto: ANTARA/ADITYA PRADANA PUTRA)

Vanuatu baru-baru ini mendesak dunia lebih serius menangani perubahan iklim demi melindungi warganya yang terancam tenggelam karena kenaikan air laut akibat pemanasan global.

Dalam pidatonya di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ke-76, Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman, mengatakan perubahan iklim merupakan ancaman terbesar negaranya dan negara pulau lain di dunia.

Berikut sejumlah negara kepulauan selain Vanuatu yang juga terancam tenggelam akibat pemanasan global:
1. Kepulauan Solomon
Kepulauan Solomon adalah sebuah negara Pasifik yang terletak di bagian tenggara Papua Nugini. Dianggap sebagai 'Amazon of the Seas', wilayah negara ini mencakup berbagai atol atau pulau yang terbentuk dari karang yang menonjol di atas permukaan laut.

Tak hanya itu negara dengan 686 ribu penduduk itu memiliki keanekaragaman laut dunia yang beragam, dilansir World Bank.

Melansir laporan Surat Penelitian Lingkungan, ada lima pulau karang di Kepulauan Solomon yang sudah hilang terendam air laut. Enam pulau lainnya juga mengalami kenaikan garis pantai pada 2016.

Penelitian ini dilakukan dengan melihat citra satelit dari 1947 hingga 2014.

2. Tuvalu
Tuvalu terletak di antara Hawaii dan Australia. Tuvalu adalah rumah bagi 11.792 orang, yang sebagian besar tinggal di pulau terbesar, Fongafale. Total luas lahan negara itu kurang dari 26 km persegi.

Pada 2019, pemerintah Tuvalu mengungkapkan bahwa dua pulau di negaranya berada di ambang kehancuran akibat kenaikan air laut dan erosi pantai.

Sebagian besar pulau terletak hampir tiga meter di atas permukaan laut, dikutip The Guardian.

3. Vanuatu
Dalam Sidang Majelis Umum (SMU) PBB tahun ini, Vanuatu mendesak PBB serius menangani perubahan iklim demi melindungi warga negara kepulauan di Pasifik itu dari ancaman kenaikan air laut akibat pemanasan global.

"Bagi kami dan negara pulau kecil serta berkembang lainya ancaman global terbesar kami yang utama adalah perubahan iklim, pengelolaan lautan kami, dan tentu saja pandemi Covid-19," kata Loughman dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB Ke-76 pada Minggu (26/9).

Kepulauan Vanuatu menjadi rumah bagi hampir 250 ribu penduduk. Vanuatu menjadi satu di antara banyak negara kepulauan di Pasifik dan kawasan lainnya yang juga terancam "tenggelam" jika perubahan iklim tidak bisa dihentikan.

4. Maldives
Maldives, negara yang kerap menjadi destinasi wisata pasangan muda dunia juga terancam tenggelam.
Menteri Lingkungan, Perubahan Iklim, dan Teknologi Maldives, Aminath Shauna, mengatakan bahwa 80 persen kepulauannya berada kurang dari satu meter di atas permukaan laut. Tak hanya itu, lebih dari 90 persen pulau dilaporkan mengalami banjir setiap tahunnya.

"90 tujuh persen (pulau) melaporkan erosi garis pantai, dan 64 persen pulau mengalami erosi parah. 50 persen dari semua struktur perumahan kami hanya berjarak 100 meter dari garis pantai. Jadi kebanyakan benar-benar tidak bisa menahan banjir rob, apalagi tsunami. Sungguh, semuanya dipertaruhkan," tuturnya dalam wawancara yang dipublikasikan Badan Keuangan Internasional (IMF).

5. Kiribati
Pada 2014, Kiribati, gugusan pulau di Pasifik Selatan, membeli hampir 20 kilometer persegi lahan dari pulau Fiji, tetangganya.

Dilansir The Guardian, ini merupakan pembelian lahan pulau pertama di dunia yang ditujukan untuk menangani pengungsi akibat krisis iklim.

Melansir laman resmi PBB, Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa Kiribati berisiko tenggelam pada akhir abad ini.

6. Fiji
Sejak 1993, Fiji mencatat kenaikan permukaan laut sebesar enam milimeter per tahun, lebih besar dari rata-rata global.

Kenaikan permukaan laut yang cepat dan intrusi air asin membuat sebagian wilayah negara kepulauan di Pasifik itu tidak dapat dihuni, dikutip COP23.

Fiji terdiri lebih dari 300 pulau dan atol, sekitar sepertiganya berpenghuni. Ia juga merupakan rumah bagi satu juta orang di 2017.

7. Palau
Palau menjadi salah satu negara yang turut terancam hilang dari muka bumi akibat pemanasan global. Palau berukuran sekitar setengah dari luas negara Singapura.

Palau juga berbagi batas laut dengan Filipina, Indonesia, dan Negara Federasi Mikronesia.

Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) memperkirakan bahwa permukaan laut akan naik secara global di angka 26 sentimeter sampai 82 sentimeter pada akhir abad ke-21. Namun, kenaikan ini terjadi tiga kali lipat dari rata-rata tahunan global di wilayah barat Samudra Pasifik, salah satunya Palau.

Tak hanya itu, 25 persen daratan Palau berada kurang dari sepuluh meter di atas permukaan laut, dikutip Channel News Asia.

Mengutip penelitian Pacific Islands Regional Climate Assessment (PIRCA), Kepala Kantor Perubahan Iklim Palau Xavier Matsutaro, mengatakan negara kepulauan itu dapat menghadapi kenaikan permukaan laut dari 42 cm hingga 195 cm pada 2100.

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/internasional/20210929202248-113-701262/7-negara-pulau-terancam-hilang-karena-perubahan-iklim

Asap 'Perang' Nuklir Berpotensi Picu Perubahan Iklim Dalam Skala Besar

pixabay.com/Ilustrasi/PIRO4D


 Penelitian Tersebut Menunjukkan Setelah Perang Nuklir Regional Atau Global, Bumi Akan Kehilangan Sebagian Besar Lapisan Ozon Pelindungnya Yang Meningkatkan Paparan Sinar Ultraviolet.

Para ilmuwan memperingatkan dampak perang nuklir terhadap perubahan iklim. Perang nuklir disebut mampu memicu terjadinya perubahan iklim di seluruh dunia yang bisa berdampak buruk pada produksi pangan dan kesehatan manusia.

Para ilmuwan memperkirakan bahwa asap yang ditimbulkan oleh perang nuklir akan bisa melubangi lapisan ozon. Yang mana, hal ini akan membuat bumi menerima lebih banyak paparan sinar matahari. Hal itu sebagaimana dikemukakan oleh profesor ilmu lingkungan di Rutgers University-New Brunswick Alan Robock.

"Meskipun kami menduga bahwa ozon akan hancur setelah perang nuklir dan itu akan menghasilkan peningkatan sinar ultraviolet di permukaan bumi," ujarnya. "Jika ada terlalu banyak asap, itu akan menghalangi sinar ultraviolet."

Sudah lama diketahui bahwa senjata nuklir yang digunakan di kota-kota dan kawasan industri dapat memicu kebakaran dalam skala besar. Pasalnya, senjata ini mampu melepaskan asap dalam jumlah besar ke stratosfer yang kemudian akan menyebabkan perubahan iklim.

Para ilmuwan mensimulasikan efek asap ini pada kimia ozon dan sinar ultraviolet permukaan dengan menggunakan model iklim modern. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah perang nuklir regional atau global, Bumi akan kehilangan sebagian besar lapisan ozon pelindungnya.

Yang mana, kondisi ini akan menyebabkan keadaan bumi terpapar sinar ultraviolet yang sangat tinggi selama beberapa tahun. Kondisi ini berisiko membahayakan kesehatan manusia dan persediaan makanan. Pemulihan akan memakan waktu sekitar satu dekade, menurut temuan itu.

Misalnya ketika terjadi perang nuklir regional yang melibatkan negara tetangga India dan Pakistan maka menghasilkan 5 megaton jelaga. Maka tingkat sinar ultraviolet yang sangat tinggi akan dimulai dalam waktu satu tahun. Sebab, lapisan ozon global akan berkurang 25 persen dan pemulihan akan memakan waktu 12 tahun.

Jika perang terjadi dalam skala yang lebih besar, perlu waktu lebih lama bagi tingkat sinar ultraviolet untuk naik setelahnya. Misalnya jika Amerika Serikat dan Rusia melakukan perang nuklir, maka akan menghasilkan 150 megaton jelaga. Para peneliti mengatakan sinar ultraviolet yang tinggi akan dimulai setelah waktu 8 tahun.

Sumber: https://www.wowkeren.com/berita/tampil/00387398.html?__cf_chl_captcha_tk__=pmd_BF5rVYXX6gEY5YKmu1p0nMal2HyVbUPeYUuI.j9x47Q-1632974701-0-gqNtZGzNAtCjcnBszQa9

Menuju Transisi Mandiri Energi, Berikut 4 Potensi Energi Terbarukan di Indonesia

 

Ilustrasi Energi Terbarukan © mlmagz.com

Dilansir dari laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup besar. Potensi ini tentunya memberi masa depan yang menjanjikan bagi kemandirian energi Indonesia yang saat ini masih disokong oleh energi fosil.

Menurut The Conversation, pemerintah Indonesia telah mencanangkan bauran EBT yang mencapai 23 persen pada 2025 dan naik menjadi 31 persen pada 2050. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia menuju transisi energi. Disebutkan pada laman KESDM, total investasi yang diserap pengembangan EBT sampai tahun 2025 diproyeksikan sebesar 13,197 juta USD.

Sebagai suatu negara kepulauan dengan iklim tropis, Indonesia memiliki potensi besar dalam bidang EBT. Berikut empat di antaranya.

1. Energi panas bumi (geothermal)

Ilustrasi Geothermal | Foto: KS Orka Renewables

Energi geothermal adalah energi panas yang terkandung dalam fluida air (bisa dalam uap, cair, atau campuran keduanya) yang berada pada kedalaman lebih dari 1 kilometer di bawah permukaan bumi. Fluida panas ini memiliki temperatur dan tekanan yang tinggi yang menjadikannya sebagai penyedia energi yang masif.

Jumlah potensi energi geothermal Indonesia ialah sekitar 11.073 Megawatt listrik (MWe) dan cadangannya sekitar 17.506 MWe. Sayangnya, sebagai negara dengan potensi energi terbarukan geothermal terbesar di dunia, kita masih belum maksimal dalam segi pemanfaatannya.

Sumber energi ini tersebar hampir merata di lebih dari 300 titik dari Sabang sampai Merauke. Hal tersebut menjadikan pemanfaatan energi geothermal dapat membantu mengatasi krisis listrik di masa kini dan masa depan.

Dalam Road Map Pengembangan Geothermal yang disusun oleh Kementerian ESDM, Indonesia menargetkan pengembangan energi geothermal sekitar 7000 MW pada 2025. Program ambisius ini membutuhkan investasi yang besar, penyiapan teknologi yang mumpuni, manajemen penyediaan sumber daya manusia yang kompeten, dan dukungan iklim investasi yang menarik bagi investor.

Total kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Indonesia saat ini ialah sebesar 1.948 MW. Jumlah ini menjadikan kita sebagai negara produsen energi geothermal terbesar kedua setelah Amerika Serikat (3.591 MW).

2. Energi Surya

Ilustrasi PLTS | Foto: Laman EBTKE ESDM


Sebagai negara tropis dengan sinar matahari yang bersinar sepanjang tahun, Indonesia memiliki peluang untuk mengembangkan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Energi alternatif terbarukan ini cukup menjanjikan untuk menopang kebutuhan energi masyarakat di Indonesia khususnya masyarakat desa.

Menurut catatan Kementerian ESDM, elektrifikasi di Indonesia masih 55-60%, dan mayoritas wilayah yang belum teraliri listrik adalah wilayah pedesaan. Oleh karena itu, energi surya dapat menjadi salah satu energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di desa. Hal ini memungkinkan karena sifat panel surya yang dapat dibangun dimana saja.

Potensi energi surya di Indonesia dinilai sangat besar, yakni sekitar 4.8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp, tetapi yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Telah memiliki basis kebijakan yang kuat, pemerintah kini tetap harus fokus dalam produksi photovoltaic (PV) yang akan menjadi komponen utama dalam sistem PLTS.

3. Energi Biomassa/biogas

Ilustrasi Energi Biogas | Foto: alatujilingkungan.id


Energi biogas adalah energi yang dihasilkan dari limbah organik seperti kotoran ternak, atau limbah dapur seperti sayuran yang sudah digunakan. Limbah-limbah tersebut akan melalui proses urai yang dinamakan anaerobik digester di ruang kedap udara.

Komponen utama dari energi biogas ini adalah gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Kedua gas tersebut dapat dibakar atau dioksidasi dan melepas energi yang dapat dimanfaatkan manusia untuk kebutuhan sehari-hari. Semakin besar kandungan metana dari energi biogas, maka akan semakin besar juga energi yang bisa dihasilkan dari biogas tersebut.

Biogas sendiri dapat dimanfaatkan masyarakat sebagai energi alternatif pengganti LPG untuk memasak dan bahan bakar generator untuk menghasilkan listrik. Selain itu, biogas dinilai lebih aman untuk bumi karena pembakaran biogas mampu mengurangi emisi gas kaca. Biogas juga dapat mengurangi bau, serangga, dan patogen yang berasal dari timbunan kotoran tradisional.

Menurut Kementerian (ESDM) pengembangan biogas di Indonesia merupakan tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia. Tercatat, biogas rumah tangga yang sudah terpasang mencapai 47.505 unit di seluruh wilayah Indonesia dengan menghasilkan biogas sebanyak 75.044,2 m3/hari atau sekitar 26,72 juta m3/tahun.

Kementerian ESDM akan terus mengejar target Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) mencapai 5.5 GW pada tahun 2025. Harapannya biogas akan menjadi salah satu energi alternatif utama bagi masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang, dan dapat menjadi salah satu upaya untuk menjaga bumi dari pemanasan global.

4. Energi Laut

PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ | Foto: IST


Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki wilayah laut terbesar, yaitu sekitar dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut. Hal tersebut menjadi keuntungan bagi Indonesia dari segi besarnya potensi energi laut.

Energi laut yang dihasilkan dari gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut (samudera) merupakan sumber energi di perairan laut yang berupa energi pasang surut, energi gelombang, energi arus laut, dan energi perbedaan suhu lapisan laut. Saat laut pasang dan saat laut surut aliran airnya dapat menggerakkan turbin untuk membangkitkan listrik.

Potensi termal lautan Indonesia ialah sebesar 2,5 x 1.023 Joule dengan efisiensi konversi energi panas laut sebesar tiga persen, menghasilkan daya sekitar 240.000 MW. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa energi gelombang di beberapa titik di Indonesia bisa mencapai 70 kW/m di beberapa lokasi.

Karakteristik energi gelombang dinilai sesuai untuk memenuhi kebutuhan energi kota-kota pelabuhan dan pulau-pulau terpencil di Indonesia. Pemanfaatan energi gelombang yang sudah diaplikasikan di Indonesia baik oleh lembaga litbang (BPPT, PLN) maupun institusi pendidikan lainnya baru pada tahap penelitian. Harapannya, di masa depan energi gelombang dapat menjadi salah satu energi terbarukan yang menjanjikan.

Dilansir dari Kompas, Indonesia masih memanfaatkan sebagian kecil energi terbarukan, yaitu hanya sekitar 2,3 persen dari potensi yang ada. Padahal, potensi energi terbarukan yang dimiliki negara kita ialah sekitar 442 gigawatt (GW), atau sekitar tujuh kali lipat dari kapasitas listrik yang telah terpasang di tanah air.

Kini, kebutuhan penggunaan energi kian bertambah tiap waktunya, khususnya dengan adanya digitalisasi dan pertambahan penduduk. Agar tidak terjadi defisit energi di masa depan, pengembangan energi baru dan terbarukan menjadi suatu keharusan.*

Sumber: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2021/09/29/menuju-transisi-mandiri-energi-berikut-4-potensi-energi-terbarukan-di-indonesia

Kelak, Anak-anak Hadapi Lebih Banyak Bencana Iklim daripada Kakek-Neneknya

Anak laki-laki berjalan melintasi ladang pertanian kering di daerah Saadiya, utara Diyala di Irak timur. (Foto: AFP/Getty Images)


Satu penelitian menunjukkan anak-anak menghadapi lebih banyak bencana iklim daripada kakek-nenek mereka. Seperti dilaporkan theguardian, Senin (27/9/2021), krisis iklim membawa ketidakadilan antargenerasi yang mencolok. Tetapi pengurangan emisi yang cepat dapat membatasi kerusakan.

Studi ini adalah yang pertama untuk menilai pengalaman kontras iklim ekstrem oleh kelompok usia yang berbeda dan secara gamblang menyoroti ketidakadilan antargenerasi yang ditimbulkan oleh krisis iklim.

“Hasil kami menyoroti ancaman parah terhadap keselamatan generasi muda dan menyerukan pengurangan emisi drastis untuk menjaga masa depan mereka,” kata Prof Wim Thiery, dari Vrije Universiteit Brussel di Belgia dan yang memimpin penelitian.

Thiery mengatakan orang-orang di bawah 40 hari ini akan menjalani kehidupan yang “belum pernah terjadi sebelumnya”, yaitu menderita gelombang panas, kekeringan, banjir dan gagal panen. Peluang mereka hanya 0,01% tanpa pemanasan global.

Katja Frieler, di Institut Potsdam untuk Penelitian Dampak Iklim di Jerman dan bagian dari tim studi, menyerukan bahaya perubahan iklim.

“Kabar baiknya adalah kita dapat mengambil banyak beban iklim dari pundak anak-anak kita jika kita membatasi pemanasan hingga 1,5 Celsius dengan menghapus secara bertahap penggunaan bahan bakar fosil. Ini adalah peluang besar,” tambahnya.

Analisis menunjukkan bahwa seorang anak yang lahir pada tahun 2020 akan menanggung rata-rata 30 gelombang panas ekstrem dalam hidup mereka. Bahkan risiko itu ditanggung jika negara-negara memenuhi janji saat ini untuk mengurangi emisi karbon di masa depan. Risiko itu tujuh kali lebih banyak gelombang panas daripada seseorang yang lahir pada tahun 1960.

Bayi hari ini juga akan tumbuh dua kali lebih banyak mengalami kekeringan dan kebakaran hutan dan tiga kali lebih banyak banjir sungai dan gagal panen daripada seseorang yang berusia 60 tahun saat ini.

Namun, memangkas emisi global dengan cepat untuk menjaga pemanasan global hingga 1,5 Celsius hampir akan mengurangi separuh gelombang panas yang akan dialami anak-anak saat ini, sementara menjaga di bawah 2 Celsius akan mengurangi jumlah risiko gelombang panas hingga seperempatnya.

Tugas penting dari KTT iklim COP26 PBB di Glasgow pada bulan November adalah untuk memberikan janji pengurangan emisi yang lebih besar dari negara-negara yang paling berpolusi dan keadilan iklim akan menjadi elemen penting dari negosiasi. Negara-negara berkembang, dan demonstran pemuda yang telah turun ke jalan di seluruh dunia, menunjukkan bahwa mereka yang paling tidak menyebabkan krisis iklim adalah pihak yang paling menderita.

“Temuan baru ini memperkuat analisis 2019 kami yang menunjukkan bahwa anak-anak saat ini perlu mengeluarkan CO2 delapan kali lebih sedikit selama hidup mereka daripada kakek-nenek mereka, jika pemanasan global ingin dijaga di bawah 1,5 Celsius. Perubahan iklim sudah memperburuk banyak ketidakadilan, tetapi ketidakadilan antargenerasi dari perubahan iklim sangat mencolok,” tambah Leo Hickman, editor Carbon Brief.

Penelitian, yang diterbitkan dalam jurnal Science, menggabungkan proyeksi peristiwa ekstrem dari model iklim komputer yang canggih, data populasi dan harapan hidup yang terperinci, dan lintasan suhu global dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim.

Para ilmuwan mengatakan peningkatan dampak iklim yang dihitung untuk kaum muda saat ini kemungkinan akan diremehkan, karena beberapa cuaca ekstrem dalam setahun harus dikelompokkan bersama dan intensitas peristiwa yang lebih besar tidak diperhitungkan.

Ada variasi regional yang signifikan dalam hasil. Misalnya, 53 juta anak yang lahir di Eropa dan Asia Tengah antara 2016 dan 2020 akan mengalami sekitar empat kali lebih banyak peristiwa ekstrem dalam hidup mereka di bawah janji emisi saat ini. Tetapi 172 juta anak dengan usia yang sama di Afrika sub-Sahara menghadapi 5,7 kali lipat kejadian yang lebih ekstrem.

“Ini menyoroti beban perubahan iklim yang tidak proporsional untuk generasi muda di selatan global,” kata para peneliti.

“Negara-negara di utara global perlu mendorong pemerintah untuk menempatkan keadilan dan kesetaraan di jantung aksi iklim, baik dalam hal iklim [bantuan ] dan menetapkan janji yang lebih ambisius yang mempertimbangkan tanggung jawab historis,” papar Dohyeon Kim, seorang aktivis dari Korea Selatan yang mengambil bagian dalam demonstrasi iklim global.

Analisis menemukan bahwa hanya mereka yang berusia di bawah 40 tahun saat ini yang akan hidup untuk melihat konsekuensi dari pilihan yang dibuat pada pengurangan emisi. Mereka yang lebih tua akan mati sebelum dampak dari pilihan-pilihan itu menjadi nyata di dunia.

Sumber: https://www.beritasatu.com/dunia/833803/kelak-anakanak-hadapi-lebih-banyak-bencana-iklim-daripada-kakekneneknya

SOLUSI DIGITAL CITY: Monitoring SmartCity menggunakan software PRTG

  Monitoring SmartCity menggunakan software PRTG. Software PRTG memonitor perangkat / Device untuk Smart City ini banyak menggunakan device...